Saya bergabung di kompasiana tanpa ada rencana. Bahkan tidak pernah tahu sebelumnya apa itu kompasiana. Benar-benar proses yang kebetulan. Ya..saban hari saya buka dan baca berita di internet. Selalu baca Kompas.com, Kompas Cetak dan Kompas Bola. Suatu waktu, entah mengapa, saya klik item kompasiana di kompas.com. Dan..tertarik untuk bergabung...lalu langsung mendaftar begitu selesai membaca syarat dan ketentuan yang berlaku.
Khusus untuk soal tulisan, saya sedikit ingin merenungkannya dari secuil sudut padang seorang filsuf Jerman yang bernama Friederich Hegel. Sosok idealis ini mengemukan sebuah konsep yang ia sebut 'dialektika' untuk memahami perkembangan sejarah dan melibatkan tiga rentetan proses yang susul menyusul: tesis, antitesis, dan sintesis.
Saya ingin memakai istilah dialektika itu di sini tidak dalam konteks inheren pemikiran Hegel. Itu terlalu jelimet. Istilah dialektika memang tampak keren, tapi sebetulnya bisa dipahami secara mudah saja. Dalam sebuah perdebatan (diskursus), proses dialektika itu pasti berlangsung. Konsep arif kita 'musyawarah untuk mufakat” barangkali sebetulnya juga sarat dengan proses dialektika. Begitu pula dalam dialog yang berlangsung antar para kompasisners.
Dalam berkompasiana konsep dialektika itu barangkali bisa dideskripsikan secara sederhana sebagai berikut. Katakanlah, tulisan yang kita publikasikan dengan tema tertentu berperan sebagai tesis. Lalu muncul catatan kritis berupa tanggapan atau komentar pembaca/kompasiners yang lain dengan latar dan sudut pandang yang berbeda.
Komentar-komentar kritis itu merupakan antitesis untuk sebuah tulisan yang berperan sebagai tesis. Terjadilah diskursus. Dalam proses ini, biasanya penulis dan pembaca tentu bisa menemukan titik kelemahan dan keunggulan sebuah tulisan. Kelemahannya kita tinggalkan, tetapi unsur yang baik tetap dipertahankan, lalu menemukan konsep baru yang lebih baik dan komprehensif. Itulah sintesanya.
Barangkali proses dialektika seperti itulah yang kita rasakan dan temukan selama bergaul dalam jagad kompasiana. Kemudian mungkin muncul kesadaran bahwa proses interaksi atas sebuah tulisan bisa memperkaya penulis dan pembaca. Sekaligus mengingatkan kita bahwa sesungguhnya kemampuan kita amat terbatas dalam menilai dan memahami sesuatu. Setiap kita pasti memiliki kelemahan dan keunggulan dalam meneropong sebuah persoalan.
Ringkasnya, dalam berkompasiana, kita bisa saling menunjang satu sama lain, kita mampu belajar untuk melihat persolan/fenomena dari berbagai pertimbangan dan sudut padang. Mari kita bangun sikap yang responsif dalam berkompasiana. Merespon berarti bertanggung jawab. Mampu merespon bermakna mencipta dari tulisan-tulisan yang kita baca. Ketika orang mencipta dari apa yang dipelajari maka hal yang muncul adalah kreativitas yang bersifat positif dan saling memperkaya.
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H