Mohon tunggu...
Muhammad Alberian Reformansyah
Muhammad Alberian Reformansyah Mohon Tunggu... -

Siswa ASBI Bogor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Beringins Drummer by Alawi

20 November 2014   11:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:20 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

The Beringins Drummer

Hari itu adalah hari Senin malam pukul 23.50, dimana aku dan teman-temanku harusnya sudah tertidur lelap sebagaimana anak asrama biasanya. Tapi, malam itu terlalu seru untuk ditinggalkan, aku mengisinya dengan menonton kartun serial, kakak kelasku menelpon pacarnya, dan adik kelasku hanya menggoda kakak kelasku menelpon pacarnya. Gelak tawa terdengar di antara kami ketika adik kelasku nyeletuk lawakanya.

Satu jam kemudian, kami masih sibuk dengan keseruan kami masing-masing. “Udah selesai belum filmnya?” tanya kakak kelasku, “Dikit lagi nih….” jawabku malas. Kami melanjutkan obrolan ke arah yang agak horror, bercerita tentang pengalaman masing-masing. Alhasil kami malah tambah penasaran akan hal yang berbau mistis. “Ah sudalah bikin takut aja….” Kata adik kelasku yang penakut tapi mempunyai rasa penasaran yang tinggi. Kami terdiam sejenak, mungkin untuk berpikir kisah apalagi yang harus kami ceritakan. Tiba-tiba suara yang tidak asng kami dengar berbunyi “Dugdug brak tis….” suara drum yang berada di aula Beringin atas tepat dilantai 2 gedung. Suara itu memang sering kali kami dengar, tapi kali ini drum itu berbunyi pada pukul 12.59. Dimana sudah bisa dipastikan bahwa, tidak ada orang yang ingin memainkan drum pada waktu selarut itu. Aku adalah orang yang pertama kali menyadari hal tersebut. Dengan sedikit panik aku bertanya kepada kakak kelasku. “denger suara drum ga kak?”. “Suara apa?”jawab kakak kelasku ikut panik, “Iya aku juga denger!” balas adik kelasku takut. Sejenak kami salin memandang satu sama lain sambil tersenyum penuh arti, seolah-olah mengerti akan arti senyum tersebut, kami serempak keluar dari zona nyaman kami dan bergegas untuk melihat situasi di atas.

Sesampainya kami di depan pintu kamar, kami menghela nafas untuk memberanikan diri. Suara itu terdengar kembali ketika kami berada di tangga menuju aula, bergegas kami pun mempercepat langkah kami . Akhirnya kami sampai di depan pintu aula, semuanya gelap tak ada cahaya lampu yang menyala. Dengan mengendap kami masuk aula dan mencari tombol untuk menyalakan lampu. Seperti di film-film horror lainya, kami tidak menemukan siapa-siapa di tempat drum ketika kami menyalakn lampunya. Saling tatap muka terjadi lagi, lalu kami kembali melihat ke drum dan cengok seketika. Hal yang pertama aku sadari adalah, kakak kelasku tidak lagi berada di sampingku, dia lari secepat mungkin ke kamar sehingga kami tidak mendengar bunyi kakinya saat berlari.

Aku dan adik kelasku hanya berjalan pulang. Dengan sok tegar kami berjalan santai meniggalkan aula, lagi-lagi suara itu terdengar ketika kami berada di tangga. Kami memutuskan untuk pulang saja, karena lelah dengan ketidakadaan makhluk itu. Setelah tiba di kamar aku melihat kakak kelask sudah tidur dibaluti selimut birunya. “Heleeeeeh si kakak kabur duluan….” Kata adik kelasku menyindir, “Udah tidur sana!” balasnya ngeles. Kejadian itu bukan saja aku yang mendengarnya, tapi juga teman yang tinggal tepat di sebelah kanan kamarku. Malam itu aku tidur dengan tidak nyeyak, bunyi itu selalu menghantui pikiranku menjelang tidur.

Sekian….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun