Mohon tunggu...
Refita Mayasari
Refita Mayasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan di Universitas Karabuk, Turkiye.

Saya adalah seorang mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Karabuk, Turkiye. Sebelumnya saya telah menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) dengan Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem. Selama masa perkuliahan saya tergabung dalam beberapa organisasi baik didalam kampus maupun diluar kampus. Kemudian, selama menjalani pendidikan S2 di program studi Teknik Lingkungan, saya juga terlibat aktif dalam berbagai kegiatan, seperti konferensi, seminar, asisten laboratorium, dan beberapa pelatihan lainnya. Saya juga aktif dalam kegiatan di luar kegiatan akademik, seperti berpartisipasi dalam kegiatan bootcamp, mentoring untuk kelas academic writing bersama mahasiswa-mahasiswa Indonesia lainnya, dan mengikuti perlombaan-perlombaan menulis lainnya. Saya percaya bahwa pembelajaran adalah proses seumur hidup, dan saya selalu terbuka untuk mengembangkan diri dengan mempelajari keterampilan baru dan mengikuti perkembangan terbaru dalam bidang saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manuver Maritim di Laut Cina Selatan: Paradoks Kedaulatan Indonesia

26 Mei 2024   02:37 Diperbarui: 26 Mei 2024   05:22 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wilayah Laut Cina Selatan (Nicexams.com).

Laut Cina Selatan telah menjadi tempat perselisihan maritim yang kian memanas. Perselisihan maritim di kawasan ini sudah berlangsung selama beberapa dekade terakhir. Ketegangan geopolitik meningkat akibat banyaknya klaim wilayah yang saling bertentangan, aktivitas militer yang meningkat, dan eksploitasi sumber daya alam yang mengkhawatirkan. Nah, situasi ini tentu mengancam Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 92.000 kilometer. Konsekuensi ekonomi dan keamanan pun mengintai, belum lagi ancaman terhadap kedaulatan dan integritas wilayah kita.

Kita tahu Indonesia itu negara kepulauan yang kaya akan pulau-pulaunya. Tapi tahukah kalian berapa jumlah pulau kita sebenarnya di tahun 2024 ini?. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, negeri kita tercinta ini memiliki 17.508 pulau lho. Namun, data dari Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat angka yang sedikit berbeda, yaitu 17.001 pulau. Nah, meskipun ada perbedaan angka di antara kedua sumber ini, yang jelas jumlah pulau di Indonesia pada tahun 2024 ini sudah melampaui 17.000 pulau. Bayangkan saja, berapa banyak kepulauan indah yang tersebar di nusantara kita!

Meskipun Indonesia tidak secara langsung terlibat dalam sengketa wilayah di Laut Cina Selatan, negara ini memiliki kepentingan strategis yang besar di perairan tersebut. Indonesia memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan 17.508 pulau dan 92.000 kilometer garis pantai. Indonesia memiliki Zona Ekonomi Eksklusif yang tumpang tindih dengan klaim maritim Tiongkok yang kontroversial. Tumpang tindih ini berpotensi memicu konflik kepentingan dan insiden yang tidak diinginkan, mengingat pentingnya perairan ini bagi ekonomi dan keamanan maritim Indonesia. Untuk menjaga stabilitas dan kedaulatan maritimnya, Indonesia harus mengendalikan ketegangan melalui diplomasi dan kerja sama regional.

Aktivitas militer dan maritim agresif dari negara-negara yang berperang di Laut Cina Selatan merupakan salah satu ancaman utama bagi kedaulatan Indonesia di wilayah tersebut. Misalnya, China sering melakukan patroli maritim dan latihan militer di perairan dekat Kepulauan Natuna, yang merupakan bagian dari ZEE Indonesia. Seringkali dianggap sebagai provokasi, tindakan ini dapat meningkatkan ketegangan di daerah tersebut. Pengerahan kekuatan militer dan latihan perang di wilayah yang disengketakan menambah kerumitan situasi. Kapal-kapal penjaga pantai dan militer China yang berpatroli di dekat atau bahkan masuk ke ZEE Indonesia memicu kekhawatiran akan potensi pelanggaran wilayah yang dapat berujung pada krisis diplomatik. Insiden seperti ini berpotensi berkembang menjadi konfrontasi militer jika tidak dikelola dengan baik.

Ayo kita flashback ke tahun 2016, saat sebuah kapal nelayan Indonesia yang ditangkap oleh otoritas China di perairan dekat Kepulauan Natuna, yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Insiden ini bukan hanya memicu kecaman diplomatik dari Indonesia, tetapi juga menyoroti kerentanan Indonesia terhadap pelanggaran kedaulatan di wilayah tersebut. Insiden tersbut terjadi pada bulan Maret 2016 ketika kapal penjaga pantai China menabrak kapal nelayan Indonesia yang sedang ditahan oleh kapal patroli Indonesia karena diduga melakukan penangkapan secara ilegal. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap ZEE Indonesia dan meningkatkan ketegangan di Laut Cina Selatan. Pemerintah Indonesia merespon dengan tegas melalui upaya diplomatik, mengundang Duta Besar China dan menyampaikan protes resmi terhadap tindakan tersebut.

Tapi kejadian tersebut belum seberapa. Eksploitasi sumber daya alam, seperti penangkapan ikan secara ilegal dan aktivitas penambangan laut, juga merupakan ancaman serius bagi kedaulatan Indonesia. Menurut laporan Greenpeace, lebih dari 3000 kapal ikan asing beroperasi secara ilegal di wilayah perairan Indonesia setiap tahunnya. Hal tersebut mengakibatkan kerugian sekitar $20 miliar per tahun. Dilansir dari Greenpeace Indonesia, Pada tanggal 14 April 2024, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal ikan Indonesia bernama KM Mitra Utama Semesta (MUS) setelah melakukan alih muatan di Laut Arafura, Maluku, pada koordinat 05 30.422 LS -- 133 59.005 BT. Penangkapan ini dilakukan setelah KM MUS diketahui memindahkan muatan dari dua kapal ikan asing tanpa izin, yaitu Run Zeng (RZ) 03 dan 05. Kedua kapal asing tersebut berhasil melarikan diri dan saat ini masih dalam tahap pengejaran. Praktik-praktik ini tidak hanya merugikan Indonesia, tetapi juga dapat menjaga kelestarian lingkungan laut dan ekosistem yang rentan.

PSDKP KKP menangkap kapal asing berbendera Malaysia melakukan illegal fishing di perairan Selat Malaka, Kamis, 25 April 2024 (PSDKP KK).
PSDKP KKP menangkap kapal asing berbendera Malaysia melakukan illegal fishing di perairan Selat Malaka, Kamis, 25 April 2024 (PSDKP KK).
Nah, untuk menghadapi ancaman ini, Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis yang tegas. Pertama, diplomasi multilateral dan upaya penyelesaian sengketa secara damai harus menjadi prioritas utama. Indonesia harus mendorong dialog konstruktif dan kompromi antara pihak-pihak yang bersengketa, serta mendukung upaya untuk menegakkan aturan dan norma internasional yang disepakati, seperti Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).

Kedua, Indonesia harus meningkatkan kapasitas pertahanan maritim dan penegakan hukum di wilayah perairan nasional. Ini mencakup peningkatan anggaran militer, modernisasi angkatan laut, dan juga penguatan keamanan perbatasan. Kerjasama regional dalam bidang keamanan maritim juga harus diperkuat untuk menghadapi ancaman lintas batas seperti penangkapan ikan ilegal dan kejahatan maritim lainnya. Inisiatif seperti Kerjasma Keamanan Maritim Indo-Pasifik (IPMSC) dapat menjadi platform yang efektif untuk memfasilitasi kerjasama ini.

Terakhir, Indonesia harus mempertahankan sikap tegas dan prinsip dalam menegakkan kedaulatannya di Laut Cina Selatan. Setiap upaya pelanggaran wilayah terotorial atau ZEE Indonesia, harus ditanggapi dengan tegas. Tanggapan tegas tersebut dapat melalu saluran diplomatik maupun tindakan penegakan hukum yang tepat. Dalam hal ini, Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain yang telah menghadapi tantangan serupa, seperti Vietnam dan Filipina.

Batas Wilayah Laut Indonesia (https://wirahipatios.wordpress.com/2015/02/25/hukum-laut-internasional/).
Batas Wilayah Laut Indonesia (https://wirahipatios.wordpress.com/2015/02/25/hukum-laut-internasional/).
Namun, di balik semua upaya ini, ada satu paradoks yang harus kita hadapi. Di satu sisi, Indonesia harus menegakkan kedaulatannya dengan tegas di Laut Cina Selatan, tetapi di sisi lain, kita juga harus menghindari eskalasi konflik yang dapat mengancam stabilitas regional dan merugikan kepentingan ekonomi nasional. Keseimbangan yang tepat antara keberanian dan kehati-hatian diplomatik akan sangat penting dalam mengelola situasi yang kompleks ini.

Jadi, ancaman konflik di Laut Cina Selatan merupakan tantangan serius bagi kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan. Dengan kebijakan yang bijaksana, kekuatan pertahanan yang memadai, dan diplomasi yang tegas, kita dapat mempertahankan keamanan wilayah maritim kita dan menjaga stabilitas regional di kawasan yang rentan ini. Namun, upaya ini membutuhkan komitmen jangka panjang, kerja sama internasional yang erat, dan kemampuan untuk menegosiasikan kepentingan nasional di tengah kompleksitas geopolitik regional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun