Perkembangan teknologi dan kehadiran media baru telah memberikan kemajuan besar dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Berdasarkan data terkini, setidaknya ada 30 juta anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet, dan media digital saat ini menjadi saluran komunikasi utama yang mereka gunakan. Hasil survei mengungkapkan bahwa ada kurang lebih 80% responden yang disurvei merupakan pengguna internet. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan digital yang kuat antara mereka yang tinggal di wilayah perkotaan dan lebih sejahtera di Indonesia, dengan mereka yang tinggal di daerah perdesaan dan kurang Sejahtera.
Media sosial adalah salah satu bentuk teknologi informasi yang digunakan oleh banyak orang, terutama remaja, untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan mendapatkan informasi secara online. Media sosial memiliki berbagai manfaat, seperti memperluas jaringan sosial, meningkatkan pengetahuan, dan mengisi waktu luang. Namun, penggunaan media sosial yang berlebihan juga dapat menimbulkan dampak negatif, seperti kecanduan, stres, depresi, rendahnya self-esteem, gangguan tidur, dan body image. Salah satu dampak negatif yang sering dialami oleh remaja adalah anxiety atau kecemasan.
Kecemasan merupakan suatu gangguan psikologis yang ditandai dengan rasa takut atau canggung yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi sosial. Orang yang mengalami kecemasan sosial biasanya merasa tidak percaya diri, minder, malu, atau khawatir akan dinilai negatif oleh orang lain. Kecemasan sosial dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang, serta dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Menurut sejumlah penelitian, penggunaan media sosial yang berlebihan dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan kesehatan mental, termasuk kecemasan. Remaja sering kali terpapar pada tekanan untuk dapat tampil sempurna dimana pun dan kapan pun berada, baik secara fisik maupun sosial. Misalnya, foto-foto yang diedit secara profesional di Instagram atau kehidupan "ideal" yang dipamerkan oleh influencer dapat memicu rasa tidak percaya diri dan perbandingan sosial.
Selain itu, notifikasi yang terus-menerus dan keharusan untuk tetap terhubung secara online dapat menciptakan kecemasan berlebih. Fenomena ini dikenal sebagai "fear of missing out" (FOMO), yaitu ketakutan untuk melewatkan informasi atau momen penting yang terjadi di dunia maya. Perasaan cemas atau takut yang muncul saat seseorang merasa akan kehilangan sesuatu yang penting, menyenangkan, atau menarik yang sedang terjadi disekitar mereka. Sederhananya FOMO adalah rasa takut ketinggalan dari orang lain.
FOMO bisa membuat seseorang menjadi lebih individualistis dan kurang fokus pada hubungan sosial yang nyata. Terlalu banyak waktu di media sosial dapat mengurangi waktu untuk berinteraksi secara langsung dengan keluarga dan teman, yang penting untuk perkembangan emosional. Terlalu fokus pada media sosial dan khawatir melewatkan sesuatu dapat mengganggu pola tidur. Kurang tidur dapat memperburuk kecemasan dan gangguan konsentrasi.
Kecemasan sosial dalam Teori Ketergantungan dapat diposisikan sebagai factor motif yang merupakan salah satu penyebab seseorang memilih sumber media atau nonmedia untuk memenuhi kebutuhan. Selanjutnya menghasilkan beragam tingkat ketergantungan pada masing-masing penggunanya. Seseorang dengan tingkat kecemasan social yang tinggi atau orang-orang yang mengalami gangguan kondisi sosial di lingkungannya akan mendorong ia untuk menggunakan media sosial dan terlibat dalam komunikasi online secara mendalam.
Mereka mencari rasa nyaman dengan cara masuk dan  berinteraksi dalam dunia maya (cyberspace). Sebab hal inilah satu-satunya cara bagi mereka untuk memperoleh koneksi, membangun dan mengembangkan hubungan dengan orang lain. Mengingat manusia secara fitrah adalah makhluk sosial yang tentunya membutuhkan orang lain untuk mencurahkan isi hatinya, menyalurkan emosi dan meminta pertolongan. Sehinga bagi mereka media sosial adalah alat yang efektif untuk memenuhi kebutuhan sosial yang tidak diperolehnya di kehidupan sehari-hari. Dan pada gilirannya, orang-orang seperti itu akan menjadi sangat terpengaruh pada media tersebut.
Begitu pula pada kasus dalam penelitian bahwa individu menggunakan media sosial dengan orientasi untuk kebutuhan sosial yang tidak dipenuhinya dikehidupan nyata karena rasa cemas, maka akan menjadi lebih bergantung pada media sosial sebagai alat komunikasi dirinya dengan orang lain. Neil Postman menyatakan bahwa kehadiran teknologi di tengah masyarakat dapat membentuk suatu budaya yang disebut dengan technopoly.
Technopoly adalah istilah yang diperkenalkan oleh Neil Postman dalam bukunya Technopoly: The Surrender of Culture to Technology. Istilah ini merujuk pada kondisi masyarakat di mana teknologi tidak hanya memainkan peran utama, tetapi juga mendominasi hingga mengendalikan hampir semua aspek kehidupan. Dalam technopoly, teknologi dianggap sebagai solusi utama untuk segala masalah manusia, dan nilai-nilai tradisional atau budaya sering kali diabaikan atau digantikan oleh logika teknologi.
Terlalu fokus pada media sosial bisa bikin remaja jadi kecanduan. Ini bisa mengganggu aktivitas sehari-hari, termasuk belajar dan bersosialisasi langsung. Jadi, sebaiknya remaja membatasi waktu penggunaan media sosial dan lebih banyak berinteraksi langsung dengan teman dan keluarga. Dengan begitu, mereka bisa merasa lebih bahagia dan mengurangi risiko kecemasan. Tidak semua penggunaan media sosial itu buruk. Media sosial juga bisa jadi alat untuk belajar, berkreasi, dan bersosialisasi. Yang penting adalah menggunakannya dengan bijak dan seimbang. kunci untuk mengatasi kecemasan akibat penggunaan media sosial adalah keseimbangan.