Mohon tunggu...
Refika Uswatun Muhafaroh
Refika Uswatun Muhafaroh Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi

Mahasiswi Pascasarjana Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Tambang Pasir Wujud Tragedy Of The Commons

30 Maret 2024   09:00 Diperbarui: 30 Maret 2024   09:06 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Karangsambung ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Nomor: 2817 K/40/MEM/2006. Wilayah ini memiliki kepentingan strategis karena merupakan kawasan dengan karakter geologi yang istimewa. Karangsambung menyimpan beragam jenis batuan yang terbentuk melalui proses geologi akibat tumbukan lempeng Benua Eurasia dengan lempeng Samudera Indo-Australia. Kecamatan Karangsambung menjadi salah satu daerah di Kabupaten Kebumen yang memiliki potensi pertambangan galian C terbesar, terutama berupa pasir (Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kebumen, 2015).

Menurut informasi penduduk sekitar, kegiatan penambangan pasir pertama kali dimulai pada tahun 1983 hingga 1986 setelah terjadi banjir besar yang membawa material pasir, kerikil, dan batu ke aliran Sungai Luk Ulo hingga memasuki desa. Melihat banyaknya material, penduduk sekitar mulai melakukan pengambilan pasir. Ketersediaan pasir yang melimpah dan kemudahan dalam mengaksesnya membuat pengambilan pasir menjadi kegiatan yang umum dilakukan oleh penduduk sekitar, bahkan menjadi sumber penghasilan bagi sebagian penduduk. Pengambilan pasir yang dilakukan dengan proporsional sebenarnya memiliki dampak positif dalam mengurangi sedimentasi sungai. Namun, ketika penduduk mengambil pasir dalam jumlah yang berlebihan, terutama dengan menggunakan mesin sedot dapat berdampak negatif bagi lingkungan dalam jangka panjang.

Aktivitas pengambilan sumber daya alam yang berkelanjutan mengakibatkan habis atau kerusakan sumber daya seperti yang dikenal sebagai "Tragedy of the Commons". Istilah tersebut diperkenalkan oleh ahli ekologi Garret Hardin untuk menjelaskan berkurangnya sumber daya alam sebab setiap individu bertindak sesuai kepentingan pribadinya tanpa memperhatikan kepentingan kelompok dalam jangka panjang. Hardin menggunakan konsep ini sebagai dasar untuk menganalisis dampak dari pertumbuhan populasi yang berlebihan, dengan asumsi bahwa sumber daya bumi memiliki batas yang terbatas untuk mendukung kehidupan manusia. Tragedy of the Commons menggambarkan kebebasan manusia terhadap akses sumber daya dan kebutuhan yang tidak terbatas terhadap sumber daya yang terbatas. Hal tersebut dapat menyebabkan eksploitasi berlebihan dan penurunan sumber daya yang bersangkutan, bahkan hingga merugikan makhluk hidup lain.

Meskipun teori ini sudah cukup lama, namun keberlakuannya masih sangat penting hingga saat ini terutama dengan pertumbuhan populasi manusia yang terus meningkat dan keterbatasan sumber daya alam yang tersedia. Keselarasan Tragedy of the commons menjadi dilema dalam kehidupan sebab sumber daya alam seringkali dianggap sebagai peluang untuk mendapatkan pendapatan bagi individu yang terlibat. Para pengguna sumber daya terus-menerus mengambil sumber daya tanpa memperhatikan keberlanjutan atau kerusakan yang mungkin terjadi.

Menurut pernyataan dari Kepala Desa Karangsambung, intensitas aktivitas pertambangan telah meningkat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Hal ini juga disampaikan oleh  salah satu penduduk lokal yang mengatakan bahwa kegiatan pertambangan sekarang lebih padat daripada sebelumnya. Peningkatan kegiatan penambangan pasir dipengaruhi oleh perubahan proses penambangan. Pada awalnya penambangan pasir dilakukan secara konvensional menggunakan cangkul dan serok namun sejak tahun 2000 hingga saat ini penduduk mulai mengadopsi penggunaan mesin sedot sebagai alat bantu dalam pengambilan pasir. Penggunaan mesin sedot ini memfasilitasi dan mempercepat proses pengambilan pasir, sehingga volume hasil yang diperoleh meningkat. Penggunaan mesin sedot ini menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan  menjadi sumber perdebatan di antara penduduk.

Meskipun peraturan pemerintah secara tegas melarang penggunaan mesin dalam penambangan pasir dan dilakukan razia terhadap penggunaan mesin sedot, para penambang masih tetap menggunakan mesin tersebut. Mereka berargumen bahwa hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan upaya yang harus mereka lakukan secara manual. Namun, mereka mengakui bahwa tidak memiliki alternatif mata pencaharian lain karena kebutuhan keluarga harus dipenuhi, meskipun mereka menyadari bahwa hal ini melanggar peraturan pemerintah dan mereka tidak memiliki izin untuk melakukannya.

Berdasarkan kondisi tersebut dapat dijelaskan bahwa keterbatasan ekonomi dan terbatasnya peluang dalam kegiatan perekonomian menjadi faktor utama kegiatan pertambangan terus dilakukan. Kegiatan penambangan pasir di Sungai Luk Ulo juga merupakan satu-satunya sumber penghasilan yang masyarakat miliki untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kegiatan penambangan pasir menjadi wajar selama ketersediaannya di alam masih tersedia dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. penambangan pasir yang semula hanya untuk kepentingan umum berubah menjadi kepentingan pribadi dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.

Faktor ekonomi menjadi alasan utama relevansi dengan Tragedy of the Commons seperti halnya dengan para penambang pasir di Karangsambung. Permintaan yang tinggi akan pasir selaras dengan kebutuhan ekonomi masyarakat dan keterbatasan lapangan pekerjaan lainnya menjadikan penambangan pasir sebagai kegiatan utama bagi sebagian masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan lain. Komunitas dan pemerintah lokal juga merasa tidak memiliki kendali terhadap tekanan ekonomi dari masyarakat, termasuk para penambang. Sifat tolong-menolong (tepo seliro) masyarakat Jawa membuat mereka akhirnya membiarkan aktivitas penambangan karena merupakan sumber mata pencaharian bagi para penambang yang juga merupakan bagian dari masyarakat sekitar.

Sumber daya alam yang bernilai ekonomi dan dianggap bebas dapat melahirkan peluang ekonomi. Ketika hal tersebut dapat menghasilkan keuntungan ditengah keterbatasan lapangan kerja maka terjadilah peningkatan jumlah penambang dan berbanding terbalik dengan ketersediaan sumber daya alam. Meskipun pengambilan pasir tersebut memiliki dampak yang positif tetapi saat pemanfaatan sumber daya dilakukan oleh banyak orang tanpa adanya kontrol yang tepat pada akhirnya menyebabkan kelangkaan dan kerusakan sumber daya tersebut.

Dengan logika yang sama, kasus tersebut relevan dengan teori Tragedy of the Commons karena memiliki karakteristik sebagai sumber daya bersama yaitu excludability dan substractability. Semakin banyak individu yang mementingkan diri sendiri akan semakin cepat kerusakan yang terjadi, jika hal ini berlanjut terus menerus tidak menutup kemungkinan hal itu akan menjadi bencana yang lebih buruk pada masa yang akan datang. Kondisi buruk ini terjadi karena semua individu telah memilih untuk memaksimalkan sumber daya tanpa mempertimbangkan orang lain yang sama-sama memiliki kepentingan untuk mengakses sumber daya tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun