Nafas telah terbangun, menyambut hari yang diharapkan tidak datang terlalu demikian cepatnya. Haaah... hanya ucapan dari mulut yang bisa dilakukan, sang fajar pun masih belum menunjukkan jati dirinya. Dan energi dari tubuh ini belum mengalir dengan sempurna.
Demikian hinggakah belum siap menerima kenyataan yang sudah terpampang di depan mata. Kaki pun melangkah, melangkah dengan gontai. Terlihat belum sepenuhnya untuk melangkah menuju masa depan yang masih belum pasti pula. Pesimiskah diri ini? Atau itu hanyalah rasa kecemasan yang berlebihan?
Hanya saja hati ini selalu memberontak, mau tak mau, siap tak siap, dan mampu tak mampu haruslah dihadapi. Memang ini bukanlah perang yang harus diikuti, dan mungkin juga bukanlah pertikaian yang rumit. Hanya saja konflik diri sendiri yang selalu meninggalkan banyak tanda. Tanda tanya untuk apa saya berdiri disini. Retoris. Pikirku.
Ah. Sudahlah. Bebaskan saja. Kapan ini berakhir? Hanya mampu menghela nafas dan mata masih mendayu. Sang surya pun sudah mengeluarkan auranya, asap kendaraan pun sudah mengepul dimana-dimana, dan dinginnya udara pagi itu pun sudah siap menunjukkan kekuatannya hingga jalan yang sama dimana kaki ini melangkah telah siap menyambut.
Namun, senyumi saja. Ikhlaskan saja. Jalani saja. Lakukan saja. Dan hadapi saja.
Manusia memang banyak mengeluh, mengeluh, dan mengeluh. Dimana tidak ada penyelesaian untuk memecahkan tersebut. Pun diri ini yang hanya bisa meratap hal yang tidak pasti.
Tidak pasti. Menuju pertarungan yang semakin mulai dekat klimaksnya dengan menyisakan baju zirah yang sudah banyak berlubang. Dan mulai bersiap untuk menyambut fase yang selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H