Mohon tunggu...
Refa Tri Ustati
Refa Tri Ustati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pendidikan Fisika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Role Model Perubahan

25 Februari 2024   15:12 Diperbarui: 25 Februari 2024   15:19 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Dokumen Pribadi

Dalam dunia pendidikan, guru menjadi garda terdepan dalam membentuk generasi yang unggul. Guru sebagai pendidik profesional bertugas mendidik, mengajar dan mengevaluasi peserta didik. Sistem pendidikan harus mampu menjamin pemerataan dan peningkatan sesuai dengan tuntutan perubahan global, sehingga diperlukan adanya pembaharuan pendidikan yang terarah dan terencana. Adanya perubahan ini memunculkan fakta bahwa peran guru tidak dapat digantikan oleh teknologi. Guru berperan penting dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas yang dibuktikan dengan adanya interaksi langsung antara guru dan peserta didik, terbentuknya ikatan emosional, serta penanaman karakter. Kegiatan mendidik, mengajar, dan membimbing harus memberikan perubahan dalam diri peserta didik untuk menjadi bekal menghadapi masa depan. Namun, perubahan tersebut harus dimulai dari diri guru sehingga dapat menjadi role model bagi peserta didik. 

Perubahan pertama yang dapat dilakukan guru adalah memotivasi peserta didik untuk beradaptasi dengan perkembangan global. Arus globalisasi bergerak cepat seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak hanya unggul dalam kompetensi, sumber daya manusia saat ini juga harus memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Kemajuan teknologi memungkinkan seseorang dapat mengakses berbagai informasi dengan mudah dan tak terbatas. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuka ruang interaksi secara global. Dalam menyikapi tantangan global ini, peserta didik diharapkan memiliki kecakapan 4C yaitu Critical thinking, Creativity, Communication, dan Collaboration. Kompetensi ini diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran melalui tugas-tugas proyek. Apabila kecakapan ini dilaksanakan dengan konsisten, maka akan membentuk generasi berdaya saing tinggi. Guru dapat memberikan kesempatan peserta didik untuk mengekspresikan ide-ide kreatif mereka. Tentunya proyek yang diberikan harus melek akan permasalahan global dan memanfaatkan teknologi masa kini. 

Pemanfaatan perkembangan teknologi saat ini tidak hanya digunakan oleh guru, peserta didik pun harus diikutsertakan pemanfaatan teknologi karena telah menjadi sebuah kebutuhan dalam proses pembelajaran. Teknologi memungkinkan akses terhadap sumber belajar yang lebih luas dan beragam. Melalui internet, peserta didik dapat mengeksplorasi dengan mudah dan cepat, sehingga mereka dapat memperdalam pemahaman dan memperluas wawasan tanpa adanya batasan geografis. Penggunaan teknologi yang dibiasakan oleh guru dapat membawa perubahan kebiasaan peserta didik dalam pemanfaatan platform digital. Kebiasaan ini dapat menciptakan pembelajaran interaktif melalui platform pembelajaran seperti video pembelajaran, kuis, serta simulasi virtual yang membuat pembelajaran menjadi lebih menarik. Melalui pembiasaan tersebut, tidak hanya mengubah cara belajar, akan tetapi dapat menghasilkan inovasi yang terus berkembang dalam pengalaman pembelajaran bagi peserta didik. Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan teknologi yang penting untuk masa depan. Terbiasanya menggunakan berbagai platform digital, aplikasi, dan alat digital, peserta didik dapat meningkatkan literasi digital mereka dan menjadi lebih siap untuk menghadapi tuntutan dunia kerja yang semakin terdigitalisasi.

Generasi yang berhasil memanfaatkan teknologi akan memiliki kemampuan menggali informasi lebih jauh. Namun, generasi yang tidak memiliki kemampuan literasi yang baik akan berdampak negatif dalam memanfaatkan kebebasan untuk mengakses konten digital. Kemampuan literasi menjadi bekal seseorang untuk belajar sepanjang hayat. Menurut Kemendikbud Ristek, kemampuan literasi mencakup 6 dasar, yaitu literasi baca tulis, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan. Literasi membuat otak bekerja lebih optimal dan membentuk daya berpikir kritis. Kemampuan literasi juga mendukung seseorang untuk menganalisis dan menggunakan informasi secara efektif. Dalam program literasi, guru dituntut sebagai role model untuk memajukan literasi. Guru perlu membaca berbagai bacaan guna meningkatkan kompetensi diri. Hal ini juga memberikan pengaruh pada pembelajaran yang berkualitas. Salah satu upaya kecil untuk meningkatkan literasi peserta didik adalah menciptakan lingkungan belajar dengan menempelkan karya-karya dari guru dan peserta didik yang dipajang di dinding sekolah. Selain itu, bentuk motivasi dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan bagi peserta didik yang berprestasi dalam kemampuan literasi. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah tingginya tingkat literasi. Oleh karena itu, untuk menciptakan sebuah perubahan besar bagi sebuah bangsa dibutuhkan sumber manusia dengan kualitas literasi yang baik. Penguatan literasi dapat diterapkan berdasarkan karakter Pancasila, pemberdayaan pengelolaan kelas, dan pemahaman konsep diri sebagai generasi Pancasila yang kuat. Penguatan ini dapat mempermudah guru untuk mencapai tujuannya dalam meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.  

Kemampuan literasi membuat seseorang lebih berhati-hati untuk mengetahui apakah informasi yang diterimanya itu benar atau sekedar hoaks belaka. Teknologi dapat menjadi boomerang bagi bangsa ketika etika tidak terjaga. Kebebasan berekspresi menimbulkan maraknya penyebaran hoaks dan informasi yang dapat memecah belah bangsa. Hal itu melanggar sila ketiga pancasila yaitu persatuan indonesia. Selain itu, masuknya budaya asing yang menggeser budaya leluhur juga menjadi tantangan bagi Pancasila sebagai ideologi negara. Ditambah lagi, kemerosotan nilai-nilai moral mengancam eksistensi nilai-nilai luhur bangsa dan berdampak pada kehancuran bangsa. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kemendikbud menyatakan bahwa SDM yang unggul merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Senada dengan hal itu,  Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif mengatakan “Pendidikan Pancasila harus ditanamkan sejak dini agar generasi muda memiliki ketahanan mental dan spiritual dalam menghadapi pengaruh globalisasi”. 

Oleh karena itu, sebagai calon sumber daya manusia unggul, peserta didik harus diimbangi dengan penguatan profil pelajar pancasila. Karakter tersebut adalah berakhlak mulia, mandiri, berpikir kritis, gotong royong, kreatif, dan berkebhinekaan global. Guru sebagai role model perubahan dapat melakukan pemantapan nilai-nilai Pancasila dengan mengimplementasikan bersikap taqwa, toleransi, gotong royong, dan bertanggung jawab selama kegiatan di sekolah. Guru dapat mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan profil pelajar pancasila. Hal ini mendukung upaya tumbuhnya karakter bermusyawarah sesuai sila keempat Pancasila. Pasalnya, ketika ilmu dan teknologi dan dikembangkan tanpa melirik norma-norma yang ada maka akan sia-sia. Selain itu, guru juga dituntut untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif sesuai dengan nilai-nilai pancasila. 

Setiap peserta didik harus mendapatkan hak yang sama ketika proses pembelajaran. Peserta didik yang mempunyai kemauan untuk belajar harus memperoleh pendidikan yang layak, baik untuk peserta didik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus. Peraturan ini tertulis dalam Permendiknas nomor 70 tahun 2009 yang berbunyi “Memberikan peluang dan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah reguler”. Peran sekolah tidak hanya menjadi tempat untuk mencari ilmu pengetahuan, namun menjadi tempat untuk mengembangkan keterampilan yang mereka miliki. Oleh karena itu guru harus fokus pada cara pengembangan sikap kritis peserta didik melalui bimbingan dan pendampingan, guna memahami makna realitas dunia untuk perbaikan kehidupannya. 

Terciptanya lingkungan belajar yang inklusif dapat menjamin kesetaraan dan keadilan sosial bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas. Namun, tidak semua sekolah memiliki kebijakan yang memadai untuk mendukung pendidikan inklusif, karena memerlukan pertimbangan dan persiapan yang matang. Modifikasi kurikulum untuk peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus dilakukan melalui penyesuaian pembelajaran, sehingga peserta didik ABK akan lebih baik jika tidak diletakkan dalam satu kelas yang sama dengan peserta didik reguler pada umumnya. Hal ini dilakukan karena peserta didik ABK memerlukan pelayanan khusus dalam proses pembelajaran di sekolah. Walaupun, fenomena di lapangan memperlihatkan bahwa ABK mengikuti sistem pembelajaran di sekolah reguler, sehingga menuntut pihak sekolah untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran inklusif yang menyatukan peserta didik reguler dengan peserta didik dengan kebutuhan khusus. 

Selama ini pemerintah telah berupaya dalam memfasilitasi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dengan mendirikan Sekolah Luar Biasa (SLB), namun lembaga tersebut belum cukup menjadi wadah dikarenakan fasilitas yang belum memadai bagi perkembangannya. Masih terdapat tantangan tersendiri dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif jika infrastruktur dan sumber daya guru tidak dipersiapkan secara sungguh-sungguh. Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk dapat merealisasikan pendidikan inklusi di sekolah-sekolah, seperti memberikan pelatihan kepada guru agar memiliki kompetensi dalam mengajar peserta didik ABK. Guru sebagai role model perubahan harus memiliki kemampuan dalam mengelola pembelajaran baik peserta didik reguler maupun yang berkebutuhan khusus, seperti kompetensi pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), kemampuan (skill), nilai (value) dan sikap (attitude). Guru dapat melakukan identifikasi terhadap kebutuhan belajar setiap peserta didik sebagai langkah awal dalam menyelenggarakan pembelajaran inklusif di kelas. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan guru dalam memahami perbedaan peserta didik dapat menciptakan keberhasilan dalam menyelenggarakan pembelajaran inklusif. 

Menghadapi arus globalisasi, sumber daya manusia yang unggul harus memiliki kemampuan adaptasi yang baik. Situasi ini mendorong individu untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang terintegrasi dengan kemajuan teknologi, termasuk pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Terbukanya akses informasi dan komunikasi harus dibekali dengan kemampuan literasi, sehingga dapat menambah pengetahuan dan membuka pikiran untuk menerima hal-hal baru. Tidak boleh terlupakan, pancasila sebagai ideologi bangsa juga harus digenggam erat dalam beradaptasi dengan globalisasi. Oleh karena itu, guru menjadi role model utama dalam melakukan perubahan dan menjadi tameng ketika terjadi penyimpangan. Tentunya, peran ini tidak akan tergantikan oleh teknologi apapun.

Penulis : Refa, Laras dan Rachmi 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun