Hampir setiap  tahun kabut asap menyelimuti kawasan Asia Tenggara - yang menandakan kembalinya kebakaran hutan di Indonesia.
Berulang kali di kawasan ini, asap tebal dan bau tajam menjadi hal yang biasa, tetapi pada tahun 2019 telah terjadi asap kabut yang paling parah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini.
Apa yang menyebabkan asap kabut ini?
Berdasarkan laporan badan penanggulan bencana, terdapat 328.724 hektar lahan yang terbakar pada tahun 2019 dari bulan Januari sampai bulan Agustus. Kawasan yang paling terdampak adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Tetapi Indonesia bukan satu-satunya tersangka. Dalam beberapa kasus pembukaan lahan dilakukan juga oleh tetangganya, Malaysia, walaupun dalam skala yang lebih rendah. Per 14 september, ada 10 titik api di wilayah negara bagian Malaysia, yaitu Sabah dan Sarawak, dibanding 627 di Kalimantan, menurut Pusat Meteorolgi Khusus di ASEAN.Â
Puncak terjadinya kebarkan biasanya pada bulan Juli hingga Oktober selama musim kemarau. Banyak pengelola lahan yang mengambil keuntungan dari kondisi ini untuk membuka lahan demi minyak kelapa sawit dan bahan baku kertas dengan menggunakan metode tebas-dan bakar. Sering kalai menjadi tidak terkendali dan menyebar ke daerah hutan lindung.
Permasalahan tersebut makin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, banyaknya lahan telah dibuka untuk memperluas perkebunan demi perdagangan minyak sawit yang menggiurkan. Lahan yang terbakar juga menjadi kering, yang semakin membuat semakin mudah timbulnya kebakaran pada saat pembukaan lahan berikutnya.
Kenapa hal ini menjadi masalah?
Asap kabut bisa mencapai ratusan kilometer. Dan sudah menyebar ke Malaysia, Singapura, sebelah selatan Thailand, dan Filipina, membuat turunnya kualitas udara. Di Malaysia, ratusab sekolah terpaksa ditutup setelah kabut asap mencapai "tingkat yang berbahaya" yaitu 208 menurut indeks polusi udara. Pada 14 September, tingkat Index Standar Polutan (ISP) di Singapura melampaui batas 100 untuk pertama kalinya dalam 3 tahun, meskipun belum sampai level yang menguatirkan seperti pada tahun 2015. Di tahun 2015, tingkat ISP di Sinagpura telah berada pada 341, sekolah ditutup beberapa tempat makan membatalkan layanan antaran makannya. DAri kedua indikasi tersebut, skala lewat dari 100 diklasifikasikan sebagai tidak sehat  dan lebih dari 300 sebagai berbahaya.
Tetapi di Indonesia adalah yang paling merarakan dampaknya. Di Palangkaraya, ibukota Kalimantan Tengah, Indeks Kualitas Udara (IKU) mencapau 2000 pada hari Minggu, menurut Greenpeace Indonesia. Skala 301-500 dianggap berbahaya. Menjadi pengingat pada tahun 2015, sebagai krisis kabut asap besar terakhir di negara ini. Krisis 2015 merugikan negara sampai 16 milyar dollar dan menyembabkan lebih dari 500.000 orang menderita gangguan pernafasan - status darurat pun diumumkan.Â
Kenapa ini sangat berbahaya?
Selain mengganggu sealuran pernafasan dan mata, polutan di dalam kabut asap dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius. Terpapar untuk waktu yamg lama dapat masuk dalam ke paru-paru, dan sudah sering dianggap penyebab penyakit pernafasn dan kerusakan paru-paru.