Dewasa ini, banyak terjadi polemic dibidang civitas pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah. Mulai dari kasus contek massal, kecurangan UN dan berbagai kasus lainnya. Semua ini dilatar belakangi oleh kurangnya penanaman nilai kejujuran. Sebagai seorang pendidik, sudah seharusnya kita menjadi teladan bagi anak didik kita, bukan malah menjadi cambuk dan bumerang penghancur generasi muda.
Belakangan ini diketahui di Indonesia, pemberian kunci jawaban pada para siswa sudah menjadi rahasia umum dan ternyata pihak sekolah sendiri yang bekerja sama, entah untuk mempertahankan eksistensi ke-negerian nya atau takut malu karena akan di cap sebagai sekolah berkualitas rendah.
Padahal kenyataan yang terjadi, secara tidak sengaja negeri ini telah melakukan pembodohan mental secara missal oleh oknum oknum tikus kantor yang tidak bertanggung jawab. Semua ini tentu akan berdampak pada generasi kita di masa depan. Sanggupkah kita melahirkan para pemimpin yang bodoh. Sebentar lagi kita akan menyongsong tegaknya khilafah, tak lama lagi. Kita sebagai para guru, sudah selayaknya berperan aktif megantarkan para siswa kita sebagai calon calon khalifah, umar bin khattab kedua…abu bakar kedua…usman bin affan kedua..Siti Khodijah ke dua.
(Syaiful, 2011) dalam diklat profesionalisme guru menyatakan bahwa peran guru itu sesungguhnya ada empat, yang pertama, yakni “al-walad”, guru sebagai orang tua kedua. Dalam hal ini karena sebagian besar waktu anak dihabiskan si sekolah dan secara otomatis kita di tuntut untuk menanamkan nilai nilai moral termasuk kejujuran secara berkala dan berkelanjutan karena apa yang kita ucapkan, apa yang kita ajarkan sangat berpengaruh pada pemahaman dan akhlak mereka. Sebagaimana kita ketahui, segalanya berawal dari kejujuran dan awal segala polemic pendidikan di Indonesia berawal dari ketidak jujuran.
Peran yang kedua adalah “asy-syaikh” yang berarti penuntun. Jelaslah dalam hal ini kita sebagai pengajar dan pendidik di tuntut untuk menuntun mereka menuju insan kamil dimana pembangunan karakter sedang berlangsung.
Peran yang ketiga adalah “al-qo’id” yakni pembimbing dan pemberi solusi. Sebagai guru yang baik, sudah seharusnya kita terbuka dan hangat kepada murid kita. Jadikan mereka sahabat kita. Sebagaimana asas dalam Quantum teaching yang pernah di paparkan oleh (Khairani,2011) yakni “bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Dengarkan keluhannya dan bantulah dia menemukan solusi permasalahannya sendiri, tapi bukan berarti kita yang menjadi traktor karena kita hanya berperan sebagai fasilitator.
Peran yang ke empat adalah “al-ustadz”. Hal yang dimaksudkan disini adalah guru yang dipilih orang yang kuat, punya skill dan kompetensi, serta dapat di percaya dan memiliki komitmen.
Keempat peranan ini adalah empat pokok pilar utama dalam penanaman nilai kejujuran dalam pendidikan disekolah. Semua berawal dari kejujuran, keberhasilan yang nyata diraih dari kejujuran.
Sebagai contoh.nyata berbagai prestasi yang diraih oleh SMP-IT Ukhuwah, semua tak terlepas dari ditanamkannya kejujuran pada anak didik dan prestasi SD-SN IT Ukhuwah yang meraih peringkat pertama UN se-Kalimantan Selatan. Semua itu merupakan sebuah kebanggaan nyata dan buah dari hasil kerja keras dan kejujuran. Oleh karena itu, marilah kita bersama sama memulai kembali ranah pendidikan kita dari kejujuran, karena kejujuran adalah segalanya. Innallaha ma’ana….sesungguhnya Allah bersama kita dimanapun dan kita berada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H