Trenggalek -- Banyak varian makanan khas Trenggalek yang menjadi prioritas program pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), contohnya keripik dan alen-alen. Jajanan tersebut menjadi oleh-oleh primadona bagi kalangan wisatawan domestik maupun internasional yang berkunjung ke Trenggalek.
Di desa Sukorejo terdapat UMKM yang menaungi para pengrajin jajanan khas dari Trenggalek. Bu Sriwati atau yang lebih dikenal dengan Bu Wati adalah ketua pengrajin jajanan khas di wilayah Sukorejo di Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek. Usaha yang beliau tekuni sudah berjalan 4 tahun. Beliau bersama 22 pengrajin lainnya memiliki keinginan untuk mensejahterakan daerah asal dengan cara mengorbitkan produk jajanan kearifan lokal. Â Â
Penggunaan tungku atau kompor untuk memasak akan membatasi jumlah produk yang dihasilkan. Faktor kebersihan dalam proses produksi juga perlu diperhatikan karena akan berdampak pada kualitas produk. Selain itu, penggunaan kompor tungku yang berbahan bakar kayu bakar juga dapat meningkatkan polusi udara. Oleh karena itu, dibutuhkan perangkat yang lebih baik untuk memasak.
Tim pelaksana pengabdian masyarakat dari Dosen Universitas Negeri Malang (UM) yang diketuai oleh Fuad Indra Kusuma, S.Pd., M.Pd menjawab kebutuhan penggiat UMKM di di wilayah Sukorejo, dengan memberikan mesin vacuum frying dan pelatihan pengoperasiannya, melalui program pengabdian kemitraan masyarakat PNBP UM 2021.
Tujuan utama program ini adalah untuk membantu penggiat UMKM di Sukorejo dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi jajanan khas jenis keripik. Sedangkan tujuan lainnya adalah untuk mengenalkan cara mengoperasikan dan merawat mesin vacuum frying.
"Pelatihan ini sangat penting dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas produk jajanan khas Trenggalek yang akan dipasarkan.," ungkapnya.
Lebih lanjut pria asal Pandanwangi, Malang ini memaparkan, bahwa pelatihan diselenggarakan secara teori dan praktik di rumah Bu Wati yang diikuti oleh peserta secara terbatas yakni, 20 orang pengrajin jajanan khas Trenggalek sesuai protokol kesehatan (prokes).
Fuad menjelaskan, setelah peserta mengikuti pelatihan selama 32 jam yang terbagi dalam 8 sesi memberi dampak positif terhadap kemampuan mengoperasikan dan merawat mesin vacuum frying.
Dari penjelasan narasumber, para pengrajin menjadi lebih paham manfaat penggunaan mesin vacuum frying, sekaligus mereka dapat merawat mesin tersebut sehingga usia pakainya menjadi lebih awet. "Semoga ke depannya dapat diadakan program yang serupa secara berkelanjutan agar eksistensi penggiat UMKM tetap terjaga. Terutama yang mengusung produk kearifan lokal di wilayahnya," tutupnya. ()