Mohon tunggu...
Redityo Prabowo
Redityo Prabowo Mohon Tunggu... -

Saya hanya satu di antara ribuan orang yang suka tulis menulis. Kehidupan, hal-hal yang berbau politik di negara kita, budaya, merupakan bagian dari apa yang sering saya kritisi... Saya hanya mencoba untuk mempublikasikan pemikiran saya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Percobaan Pembunuhan Tingkat Intelektual Bangsa Lewat Pemilu Kepala Daerah

30 April 2010   07:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:30 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan umum kepala daerah bisa jadi satu ajang yang ditunggu-tunggu oleh beberapa kalangan masyarakat Indonesia. Selain sebagai cara mencari sosok pemimpin baru yang lebih kompeten, juga merupakan ajang untuk mempopulerkan nama partai politik yang mungkin sempat tenggelam atau bahkan sudah terlalu dikenal masyarakat. Menjelang pemilu kepala daerah seperti ini adalah hal yang wajar apabila partai-partai politik mulai melakukan pendekatan-pendekatan kepada individu yang berkompeten untuk menjadi kepala daerah periode selanjutnya. Tetapi, ada beberapa hal yang menurut saya kurang tepat jika diterapkan dalam perpolitikan Indonesia, salah satunya pengajuan public figure sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Sosok yang ingin saya sikapi dalam tulisan ini adalah Julia Perez atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama JuPe. Sekitar akhir bulan Maret lalu, saya mulai mendengar kabar dari televisi bahwa JuPe ingin menjadi calon wakil kepala daerah Kabupaten Pacitan. Terus terang, saya kaget. Kenapa harus Julia Perez ? Bukan karena perempuan ini adalah sosok artis yang selalu dikaitkan dengan perilaku seksual, tetapi karena saya belum pernah melihat terobosan politik yang dilakukannya. Karena selama ini saya hanya melihat JuPe sebagai salah satu public figure di negeri kita. Untuk urusan perpolitikan, saya rasa sosok ini bukan orang yang tepat. Saya jadi berpikir, apa yang mendasari partai politik mencalonkan perempuan ini menjadi wakil bupati Pacitan. Bukan bermaksud berburuk sangka, saya berpikir tujuan mereka melakukan ini adalah untuk mengambil hati masyarakat Pacitan karena JuPe adalah seorang public figure. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa seorang public figure adalah sosok yang sangat dikenal oleh masyarakat, melalui media yang telah ditekuni sebelumnya tentunya (artis, penyanyi, pembawa acara televisi, dll). Apabila benar bahwa tujuan pencalonan JuPe ini hanya untuk mengambil hati masyarakat Pacitan dan yang sekaligus akan mengangkat nama partai pengusung JuPe, lantas untuk apa mereka ikut andil dalam pemilihan kepala daerah ini ? Coba kita pikir secara mendasar, tujuan dari pemilihan kepala daerah ini adalah untuk menjadikan Kabupaten Pacitan lebih maju kan ? Artinya, setiap parpol yang ikut andil dalam pemilihan kepala daerah ini harus mencalonkan kader-kader terbaiknya. Minimal kader baru yang memiliki latar belakang politik yang jelas, memiliki visi atau pandangan-pandangan demi kemajuan Kabupaten Pacitan, dan merasa memiliki potensi untuk membawa perubahan. Apabila parpol tersebut hanya ingin mengangkat nama besar partai mereka melalui sosok seorang public figure yang notabene lebih dikenal masyarakat daripada melahirkan sebuah kader baru yang mungkin memiliki potensi yang lebih baik, ini sama artinya dengan mencoba merusak ‘tingkat intelektualitas bangsa’. Tingkat intelektualitas bangsa ini salah satunya dapat dilihat dari tingkat ke-kritis-an masyarakat. Seharusnya pilkada adalah momen bagi masyarakat untuk lebih kritis dan jeli dalam mengenal calon pemimpinnya, seperti bagaimana latar belakang politik calon-calon pemimpin itu, apa yang pernah mereka perbuat untuk kemajuan bangsa, dsb. Tetapi ketika ada public figure yang mencoba untuk menjadi pemimpin, hal ini akan sangat berpengaruh bagi masyarakat pemilih. Dapat diprediksi bahwa pemilih akan lebih cenderung memilih sosok yang mereka kenal, tanpa peduli pada pengalaman politik calon tersebut. Lantas, bagaimana dengan calon-calon lain yang mungkin memiliki potensi membawa perubahan tetapi ketenarannya kalah dengan public figure ini? Cukup ironis kan… Jika kembali pada tujuan awal pembentukan parpol itu sendiri, hal ini sudah salah kaprah. Mereka membentuk parpol dengan tujuan untuk memajukan bangsa. Jika parpol mereka kalah bersaing dengan parpol lain, itu hanya masalah kaderisasi saja. Jalan keluarnya adalah melakukan kaderisasi yang lebih baik lagi agar mampu bersaing. Bukan dengan cara instant seperti ini (memakai public figure untuk mencari ketenaran). Sampai kapan hal ini akan berlanjut? Seharusnya mereka bisa membina masyarakat agar lebih kritis dan jeli dalam memilih calon pemimpinnya, bukan malah menenggelamkan intelektual mereka dengan cara-cara instant seperti ini. Surabaya, 30 April 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun