Kunjana Rahardi dalam Buku Pragmatik Konteks Intralinguistik dan Konteks Ekstralinguistik menegaskan bahwa dalam lingkup dan cakupan yang lebih luas, tuntutan untuk mencari hakikat bahasa yang falsafi dan mendasar itulah yang menyebabkan studi bahasa dilakukan secara lintas bidang. Pandangan di masa lampau tentang hakikat bahasa dapat saja saat ini dan mendatang berubah karena perubahan konstelasi ilmu bahasa terhadap ilmu-ilmu yang lainnya. Kalau di masa lalu, bahasa pada umumnya dipandang secara hakiki sebagai peranti komunikasi, sekarang ini dan di masa mendatang pandangan tersebut dapat berubah, bahasa bukan saja sebagai peranti komunikasi tetapi justru sebagai peranti pengukuh kerja sama.
Kajian multidisipliner yang cukup ngetren beberapa tahun belakangan. Terutama, pada saat kasus Ahok membumbung dipermukaan pada tahun 2016. Ketika kasus itu tengah menjadi sorotan, semua orang berbondong-bondong untuk menjadi pakar bahasa dadakan. Semua orang ikut nimbrung dengan mengomentari, menganalisis, dan memberi justifikasi. Saat itu bahasa tengah menjadi sorotan, dan keilmuan bahasa yang tiba-tiba menjadi primadona adalah Linguistik Forensik. Linguistik Forensik ini kajian yang keren menurut hematku, karena kajian ini adalah bagian dari Linguistik Terapan (Applied Linguistic) yang menggunakan, serta mengolaborasikan bidang keilmuan lain dalam kerja ilmiahnya  (multidispliner).
Linguistik Forensik sebenarnya bukan keilmuan baru. Asmayati dalam artikelnya yang berjudul Linguistik Forensi: Linguis sebagai Saksi Ahli di Persidangan mendefiniskan Linguistik Forensik dengan cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan mengkaji ilmu bahasa dalam ranah hukum. Linguistik Forensik melibatkan beberapa bidang ilmu untuk menyokong kerja ilmiahnya, keilmuan yang pertama dan utama tentunya adalah linguistik yang meliputi tata bahasa, percakapan, wacana, linguistik kognitif, tindak tutur, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Selain itu, keilmuan di bidang hukum juga menjadi alat tempur yang melengkapi kerja ilmiah dari  linguistik forensik. Menurut Andika Dutha Bachari, doktor linguistik forensik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) area linguistik forensik mencakup tiga hal, yaitu language as legal instrument; kedua, language as legal process; dan ketiga, language as legal evidence.
Ketika penyidikan, terutama dalam pemeriksaaan ada tujuan yang ingin dicapai. Menurut Andika Dutha Bachari ada dua tujuan. Tujuan pertama adalah verbal van verhoy. Secara teori, proses verbal van verhoy adalah tindakan yang dilakukan penyidik untuk mencari keterangan melalui pemeriksaan orang-orang yang mendengar, mengetahui, melihat, dan merasakan terjadinya tindak pidana. Kedua, proses verbal van bivinding adalah upaya yang dilakukan penyidik untuk mendapat keterangan, atau bukti dengan alat-alat tertentu, seperti foto, visum, dan lain-lain. Sebenarnya, Kedua proses itu sama-sama dilakukan untuk mencari bukti agar dengan bukti itu perkara pidana yang terjadi dapat menjadi terang-benderang dan terungkap siapa pelakunya. Nah, yang terkait dengan pengumpulan bukti secara verbal adalah teknik yang pertama atau yang disebut dengan pemeriksaan atau interview. Menurut Andika, pada bagian inilah linguistik forensik sangat dibutuhkan. Linguistik forensik dapat memastikan bahwa pemeriksaan berlangsung adil dan benar.
Kira-kira begitu kawan-kawan! Sebenarnya tulisan ini adalah hasil kunyahan-kunyahanku atas berbagai litertarur terkait kajian ekstralinguistik yang saya baca beberapa waktu yang lalu. Tulisan ini hanya sebagai memo pribadi, supaya nanti ndak lupa berkaitan dengan referensi-referensi yang pernah saya baca terkait kajian bahasa lintas ilmu. Kalau tulisan ini bermanfaat alhamdulilah, kalaupun ndak ya ndak papa hehe
Wahh jadi punya muncul gambaran cerah, kayaknya keren nich S-3 nanti menekuni bidang ini.
Kayaknya keren nichh S-3 nanti menekuni bidang keilmuan ini.. yuk yuk mangat. Sekian hasil kunyahan-kunyahanku atas berbagai litertarur terkait kajian ekstralinguistik yang saya baca beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya, tulisan ini hanya sebagai memo pengingat pribadi, supaya nanti ndak lupa berkaitan dengan referensi-referensi yang pernah saya baca terkait kajian bahasa lintas ilmu. Kalau tulisan ini bermanfaat alhamdulilah, kalaupun ndak ya ndak papa hehe. Sekian dari saya, makan soto babat di Bok Ireng.
Sumpah kui  sing tak pengeni kaet dekingi. Nyidam aku, yoh sing maca tulisan geje iki yooh agendakan. Heheh Soto Bok Irengg Lurddd!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI