Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hifni Djafar, Dari Taman Bacaan Masyarakat Sampai Kampung Berseri Astra

16 Juli 2023   21:54 Diperbarui: 17 Juli 2023   19:42 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hifni Djafar sedang mendampingi anak - anak di depan rumahnya (Pict. FB Rumah Kretif Sahabat Nusantara)

"Jangan cari ruang tamu, karena buka pintu langsung ruang baca." Demikian penggalan tweet Kang Maman di Twitter untuk menggambarkan keadaan rumah Hifni Djafar, seorang pegiat literasi dari Pulau Ende, Nusa Tenggara Timur. Rumah ukuran 4 x 6 meter yang dihuni oleh Hifni Djafar dan keluarga, ruang tamunya telah disulap menjadi taman bacaan masyarakat (TBM). Rumah dari bambu itu menyimpan ribuan koleksi buku dan menjadi gudang ilmu bagi anak -- anak di Dusun Kemo, Desa Rendoraterua, Kecamatan Pulau Ende, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

Taman Bacaan Masyarakat

Taman bacaan masyarakat tersebut bernama Rumah Kreatif Sahabat Nusantara. TBM itu didirikan pada tanggal 26 Juni 2011 oleh beberapa mahasiswa Universitas Indonesia yang pernah menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sana. Namun, setahun kemudian terbengkalai karena ditinggal pergi para mahasiswa yang sudah selesai KKN. Kondisinya sangat memprihantinkan di mana buku -- buku dibiarkan berserakan di lantai tak terurus.

Melihat kondisi itu, pada tahun 2012, Hifni terpanggil untuk melanjutkan karya pengabdian para mahasiswa. Kurang lebih ada tiga alasan utama yang menggerakkan hatinya. Pertama, di desa Rendoraterua tidak ada fasilitas yang bisa digunakan untuk meningkatkan minat baca anak -- anak. Kedua, tidak ada ruang publik bagi anak  - anak untuk mengakses informasi dan meningkatkan kreativitas mereka. Ketiga, banyak sekolah di Pulau Ende yang tidak memiliki perpustakaan.

Hifni pun langsung bergerak mengkonsolidasi para penggiat literasi yang ada di Pulau Ende. Ia lalu membangun jaringan dengan berbagai stake holder termasuk pemerintah daerah. Kemudian bersama dengan sejumlah relawan, ia merampungkan visi dan misi serta program - program TBM.

 Namun, mengelola TBM ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Guru honorer di SMA Negeri Pulau Ende itu menemui berbagai kesulitan yang menuntutnya memutar otak agar TBM bisa berjalan efektif.

Kesulitan pertama yang dihadapinya adalah membangun pola pikir orang -- orang muda agar mau terlibat mengembangkan TBM. Karenanya Hifni berusaha mengubah pola pikir mereka dan menjelaskan bahwa hanya dengan komunitas inilah mereka bisa membantu masyarakat Pulau Ende. "Ini komunitas yang kita miliki, suka atau tidak suka kita harus mengembangkannya". Katanya memotivasi mereka. Alhasil terkumpullah orang -- orang yang mau bersama mengelola walaupun tanpa digaji.

Kesulitan kedua yang muncul adalah keterbatasan fasilitas dan bahan bacaan di TBM. Karenanya Hifni harus merogoh kocek sendiri untuk memenuhi kebutuhan TBM. Dengan gajinya, ia membeli buku -- buku dan fasilitas -- fasilitas lainnya. Padahal sebagai guru honorer, gajinya tidak seberapa. Meski begitu, ia tidak mengeluh, ia selalu menyisihkan sekitar 25 persen penghasilannya untuk pengelolaan taman bacaan.

Kesulitan ketiga adalah akses geografis. TBM ini terletak di Pulau Ende. Dari Kota Ende ke Pulau Ende Hifni harus menggunakan kapal dengan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan laut. Biasanya bila Hifni membawa barang -- barang kebutuhan TBM dari kota Ende ke TBM, ia harus mengeluarkan lima kali biaya pengangkutan mulai dari kota, pelabuhan hingga ke TBM.

Kesulitan keempat adalah tempat belajar. Sejak dibentuk pada tahun 2011, TBM itu bertempat di rumah camat. Namun pada tahun 2017, rumah camat dikembalikan ke pemerintah (atas permintaan pemerintah) sehingga Hifni memindahkan TBM ke rumah pribadinya. Atas dasar itulah, ia menyulap sebagian rumah bambu 4 x 6 meter-nya menjadi  ruang baca.

Di rumahnya yang sederhana, Hifni dan para relawan mendampingi dan mengajar anak -- anak menulis, membaca, menggambar dan belajar Alquran dengan metode Iqro. Mereka juga melayani peminjaman buku. Kegiatan itu dilaksanakan setiap Senin sampai Jumat setelah pulang sekolah. Tak berhenti di situ, Hifni bahkan meluangkan waktu mengunjungi anak -- anak  yang tinggal jauh dari rumahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun