Lalu sang ayah berdiri dan hendak berjalan  mendekati Jimi, Rena buru -- buru menangkap kaki sang ayah.
"Bapak jangan, bapak. Biar pukul saya saja bapak." Teriak Rena sambil memeluk kaki ayahnya kuat -- kuat.
"Binatang kau, keluar kau sekarang dari saya punya rumah. Panggil kau punya orang tua datang menghadap saya. Kau su kasih hamil saya punya anak perempuan, terus datang menghadap saya pake kau punya tidak tahu adat besar itu. Kau belum tahu saya ini sapa?" kata ayahnya Rena dengan penuh amarah.
Jimi langsung keluar dari Rumah Rena. Cepat -- cepat menyalakan motornya lalu hilang di kejauhan.
***
Malam itu rumah yang awalnya bahagia berubah menjadi kelam. Rena menangis mengurung diri di kamar. Ayah dan ibu saling mempersalahkan di meja makan. Sedangkan adik -- adik menghilang, jauh dari amukan orang tua.
Di dalam kamar, rena terus menatap handphone-nya sambil sesekali menyeka air mata di pipi. Ia menunggu WA dari sang kekasih yang sedari tadi siang hanya centang satu. Rena juga sudah menelpon berkali -- kali tetapi selalu di luar jangkauan.
Beruntung, di dalam kamarnya itu ada sebuah patung Bunda Maria. Jika ada masalah di depan patung inilah dia menyampaikan keluh kesahnya. Ia mengambil sebatang lilin, menyalakannya lalu larut  di dalam doa -- doa.
***
Setelah seminggu menghilang tanpa kabar, tiba -- tiba chat WA Jimi terlihat centang dua berwarna biru disusul tulisan mengetik. Jantung Rena  terasa bergejolak. Antara marah dan rindu berpadu dalam satu rasa. Ia menunggu sejenak kira -- kira apa pesan dari Jimi.
"Malam sayang, maaf saya baru kasih kabar. Setelah kejadian di rumah minggu lalu, saya langsung pulang ke kampung. Di sana son ada jaringan. Saya pi kastau bapak deng mama dong tentang kita dua pu masalah. Syukurlah mereka merestui kita dan siap menghadap sayang pu orang tua." Tulis Jimi.