Beberapa tahun terakhir Tais Belu mulai mendapat tempat di mata publik Indonesia dan di mancanegara. Bahkan pada tahun 2021, Tais Belu masuk sebagai salah satu nominator Cinderamata Terpopuler pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Award.Â
Hal ini tentu tidak terlepas dari upaya pemerintah daerah (Pemda) khususnya Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang terus merevitalisasi dan mempromosikan karya abadi warisan leluhur orang Belu. Â Walaupun begitu, pada kesempatan ini saya ingin memperkenalkan lagi apa itu Tais Belu, sehingga yang sudah kenal makin mencintainya dan yang belum mengenal bisa tertarik untuk memilikinya. Â
Baik, secara harafiah, tais dalam bahasa tetun berarti kain. Tapi bukan sembarang kain melainkan kain yang ditenun dalam keragaman motif dan warna serta menggunakan teknik tenun tradisional yang unik. Sedangkan belu berarti sahabat. Namun dalam konteks ini Belu yang dimaksud adalah nama kabupaten, sehingga Tais Belu kita bisa artikan sebagai Kain Tenun dari Belu.
Bagi orang Belu, tais bukanlah sekadar kain atau pakaian biasa, melainkan juga merupakan simbol identitas, tempat, dan pangkat. Karena itu ketika kita melihat sebuah tais maka pada saat yang sama kita juga sementara melihat wajah keberagaman orang Belu yang ada di dalam tais itu.Â
Kita bisa melihat identitas seseorang dari bentuk tais. Kita bisa mengetahui asal tempat tinggal seseorang dari paduan warna dan motif  dan kita juga bisa mengetahui kedudukan sosial atau pangkat seseorang di dalam masyarakat berdasarkan cara membuat, motif dan warna tais yang dikenakan.
Untuk menunjukan identitas seseorang , Tais Belu dibagi dalam dua jenis yaitu tais mane dan tais feto . Tais mane hanya digunakan oleh kaum pria dengan cara diikatkan pada bagian pinggang.  Tais mane dibuat menyerupai selimut dengan ukuran kurang lebih  panjang 3 meter dan lebar 1,5 meter.  Biasanya didominasi oleh warna dasar merah dengan motif garis vertikal yang bermakna tanggung jawab kaum lelaki terhadap kelangsungan hidup keluarganya.
Sebaliknya tais feto hanya digunakan oleh kaum perempuan dengan cara diikatkan pada bagian dada. Tais feto dibuat seperti sarung dengan ukuran kurang lebih panjang 2 meter dan lebar 1,5 meter. Umumnya tais feto didominasi oleh warna dasar hitam.
Tais juga menandakan asal dan suku -- suku yang ada di Belu. Belu secara umum terdiri atas empat suku besar berdasarkan bahasa yang mereka gunakan yakni suku Tetun, suku Kemak, suku Buna dan suku Dawan.Â
Dalam suku -- suku ini masih ada lagi suku -- suku kecil yang biasanya berkiblat pada satu rumah adat tertentu. Suku -- suku ini bisa kita identifikasi berdasarkan tais yang mereka kenakan setiap hari. Karena motif dan paduan warna tais setiap suku di Belu berbeda -- beda. Masing-masing suku memiliki motif yang berbeda dengan suku lainnya, dan mereka sangat mengenal motif sukunya karena hal ini adalah bagian dari identitas.
Motif  dan paduan warna ini mengandung aneka rupa pemahaman suku tentang keindahan , tentang dinamika sejarah hidup mereka, kontak budaya dan asimilasi, kedudukan sosial serta berbagai fungsi sakral dan profan yang ada dan mereka hidupi.Â
Sebagai contoh motif eduk, cruz dan fatuk kabelak yang berasal dari suku tetun yang tinggal di wilayah Kecamatan Raimanuk, Desa Faturika.Â