I Not Stupid Too adalah sebuah film Singapura yang sangat menarik. Kisahnya lucu dan sarat nilai -- nilai pendidikan. Sebagai seorang relawan literasi, saya sangat menganjurkan film ini ditonton oleh para guru, orang tua dan siapa pun yang peduli pada pendidikan. Â
Film berdurasi satu jam tersebut memberi gambaran secara gamblang tentang karakter anak -- anak generasi Z, pola pengasuhan orang tua dan metode pengajaran yang diterapkan oleh guru di sekolah.
Ketika pertama kali saya menonton film ini, saya tertawa terbahak -- bahak hampir dalam setiap adegan karena saking lucunya. Namun pada beberapa adegan lain mata saya berkaca -- kaca melihat salah satu tokoh utama (Jerry) merasa rendah diri karena orang -- orang tidak memahaminya.Â
Orang tua, guru dan bahkan kawan -- kawannya menganggap dia aneh. Padahal sebenarnya dia memiliki bakat dan kecerdasan yang luar biasa tetapi mereka tidak pernah memberikan kesempatan kepadanya untuk menyampaikan apa yang dia pikirkan.
Lalu setelah menonton sampai selesai saya menemukan beberapa poin penting dari film ini yakni: Pertama, peran orang tua terhadap pendidikan anak. Banyak orang tua beranggapan bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab sekolah.Â
Karena itu mereka sering mengabaikan tanggung jawab itu dan menyerahkan secara penuh pendidikan anak - anaknya kepada sekolah. Padahal  orang tualah yang mempunyai peran paling penting sebab orang tua yang tidak mampu mendidik anak --anaknya dengan baik di rumah akan berdampak pada pendidikan anak di sekolah.    Â
Sering sekali muncul wacana bahwa anak berkarakter buruk karena pada dasarnya memang begitu. Orang tua tidak mau mengakui bahwa anak berkarakter buruk karena pola pendidikan dan pengasuhan yang tidak tepat.Â
Misalnya yang ditunjukkan dalam beberapa adegan film di mana orang tua menerapkan aturan yang tegas tanpa diskusi dengan anak, membanding -- bandingkan anak satu dengan anak lainnya dan juga sibuk dengan pekerjaan kantor sampai lupa memberi perhatian pada anak serta melakukan kekerasan terhadap anak. Akibatnya anak yang awalnya baik berubah menjadi sosok pemberontak.
Kedua, peran guru. Banyak Guru menerapkan metode yang tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan tuntutan jaman. Mereka beranggapan bahwa semua siswa sama saja.
Mereka sengaja lupa bahwa siswa sekarang bukanlah siswa tahun 80-an, dan 90-an yang menganggap guru sebagai Tuhan atau sosok menakutkan yang membuat mereka harus patuh.Â
Guru harus lebih kreatif menciptakan inovasi dalam mengajar dan membuat terobosan -- terobosan yang bisa membawa dampak positif bagi siswanya. Guru juga tidak boleh mengukur kemampuan siswa dari segi akademik semata, tetapi juga dari bakat -- bakat yang mereka miliki. Perhatian terhadap bakat mereka akan mampu menunjang kemampuan akademiknya.