Mohon tunggu...
Bria Redem
Bria Redem Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

cerdik seperti ular, tulus seperti merpati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Identitas dan Konstelasi Demokrasi di Indonesia

24 Mei 2022   13:49 Diperbarui: 24 Mei 2022   13:52 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini falsafah demokrasi indonesia, sepertinya sedang di uji oleh beberapa kelompok yang mempunyai kepentingan masing-masing dan ada beberapa dari kelompok itu yang melakukan politik identitas. Politik identitas berpusat pada politisasi identitas bersama yang menjadi basis utama perekat kolektivitas kelompok. identitas di politisi melalui interpretasi secara ekstrim yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa sama, baik secara ras, etnisitas, maupun elemen perekat lainnya. Tentu saja tindakan ini bertentangan dengan instrumen demokrasi bangsa kita yang berasaskan undang-undang dasar dan Pancasila. Politik identitas yang dimaksud di sini merujuk pada praktik politik yang berbasiskan identitas kelompok yang memang didasarkan atas etnis, agama atau denominasi sosial-kultural maupun dominasi atas kelompok tertentu, yang kemudian merujuk pada kontras terhadap praktik politik berbasiskan kepentingan.

Merebaknya poliktik identitas ini dalam pandangan Foucault merupakan runtuhnya konsep " masyarakat yang dikonstruksi secara ilmiah" yang merupakan gerakan implementasi kontrol demografis yang objektif. Foucault mencontohkan dirinya sebaigai korban praktik politik idenitas ketika merasa disendirikan. Politik identitas lebih banyak terjadi dan menjadi semacam kekhasan pada masyarakat atau negara liberal dan demokratis.

Dalam pandangan ini, Foucault mengambil contoh penerapan prinsip-prinsip ilmiah terhadap tubuh-tubuh modern dalam proses politik melalui kekuasaan negara. Tujuannya adalah agar orang tercerahkan optimum-nilai optimum selalu diuku masyarakat sendiri, pertumbuhan mencapai pertumbuhan populasi yang nilai optimum. Nilai optimum selalu diukur oleh negara, tidak pernah oleh individu atau masyarakat sendiri, pertumbuhan generasi yang proporsioanal dan lain-lain. Bagi Foucault, hasilnya sangat mengejutkan karena ssikap ilmiah tersebut mencakup semua hal dan menjadi semacam kontrol belenggu dan tirani yang absolut, sehingga tubuh-tubuh terlempar dalam penjara jiwa.

Dalam realitas politik Indonesia,kenyataan ini menjadi angin segar bagi para politisi. hal ini dudukung oleh perjalanan politik Indonesia, di mana kebanyakan politisi dari lintas ideologi seringkali mendudukkan agama sebagai strategi political marketing. Jika mengikuti situasi politik saat ini, ada kecenderungan aspek emosional (agama) masih akan memengaruhi jalannya sirkulasi politik ke depan. Bahkan, bukan suatu yang mustahil jika nantinya akan banyak partai politik memanfaatkan (simbol) agama. Itulah sebabnya, meski selama ini akrobat politik SARA beroperasi dalam ruang terbuka, namun modus operasinya lebih dominan pada domain-domain keagamaan. Di sini, mereka tahu dan paha betul, agama sebagai narasi agung dapat memproduksi dan mereproduksi kekuasaan yang dahsyat untuk bisa menghasilkan ketaatan dari para pemeluknya (Michel Foucault, 1975).

Oleh karenanya, adalah sebuah kecerobohan jika saat ini kita menaruh kepercayaan, bahwa dalam perhelatan pesta demokrasi ke depan kontestasi politik kita akan steril dari isu-isu sensitif. Yang kita rasakan saat ini, iklim demokrasi mengalami gelombang pasang, baik di level daerah maupun nasional. Dalam sistem demokrasi, kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat. Demokarsi sebagia sistem tidak hanya menyangkut hidup kenegaraan, melainkan juga hidup ekonomi, sosial dan kultural. Dalam arti itu, demokrasi dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian kehidupan bersama yang paling mencerminakan kehidupan bersama dan juga mencerminkan kehendak umum dengan tekanan peran serta, perwakilan dan tanggung jawab. Demokrasi tidak sendirinya mengahasilkan apa yang diharapkan. Setiap negara jelas memiliki warga agar dapat berdaulat, setiap warga memiliki identitas masing-masing yang membedakan antar individu. Identitas pada hakekatnya adalah cerminan diri sendiri yang menjadi pembeda antara satu orang dengan yang lain. Sedangkan identitas nasional adalah karakter yang meniadi jati diri sebuah bangsa, beserta pemahaman kehidupan bernegara dan pengetahuan yang adadi dalamnya.

Identitas ada pada setiap manusia, begitu pula politik yang mengalir dalam kehidupan bermasyarakat, maka ada yang dinamakan dengan politik identitas dan penting untuk mengetahuinya karena berhubungan dengan situasi politik beberapa tahun terakhir. Politik Identitas pada dasarnya adalah situasi dan cara berpolitik yang mempersatukan kelompok karena adanya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan yang didasari oleh persamaan latar belakang golongan, contohnya suku, ras, agama, dan gender. Pada dasarnya identitas bukan hanya soal sosiologis tetapi juga bisa masuk ke ranah politik. Dalam teorinya, politik identitas dapat berpengaruh baik dan buruk, ibarat pedang bermata dua dalam republik yang berbhineka ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun