Kerajaan Air EropaÂ
Setelah ekspedisi da Gama yang berhasil sampai ke India, para penjelajah dan pedagang Portugis berikutnya mulai untuk berlayar secara rutin ke sana, tentunya menggunakan jalur yang ditempuh da Gama. Satu hal yang paling penting, mereka mulai memahami bagaimana angin muson bekerja. Mereka akan menunggu hingga musim panas untuk menyeberang dari pesisir Afrika menuju India, dan menunggu hingga musim dingin untuk berlayar ke arah sebaliknya. Dari sinilah, Portugis mulai secara rutin berlayar ke Asia Tenggara, khususnya Kepulauan Rempah-rempah, untuk berdagang dan tentunya mendapatkan rempah-rempah.
Dengan para penjelajah Portugis sudah memahami dengan baik navigasi mereka dari Portugal ke Kepulauan Rempah-rempah, ditambah dengan kekuatan besar militer mereka saat itu (termasuk di laut, dengan kapal-kapal yang sudah dilengkapi dengan belasan hingga puluhan meriam) yang merupakan imbas dari perang berkelanjutan selama ratusan tahun dengan kerajaan-kerajaan lain di Eropa, mereka dengan mudah menangguhkan supremasinya di wilayah tersebut demi mengamankan berbagai sumber daya yang penting, termasuk rempah-rempah. Dimulai dari India, pada 1510, mereka menguasai Goa dan menjadikannya pusat operasi militer mereka di Samudra Hindia.Â
Setelahnya, mereka terus memperluas dominasi mereka menuju Asia Tenggara. Pada 1511, mereka menguasai Malaka. Dominasi mereka atas Malaka sangatlah krusial. Seperti yang sudah dibahas di artikel pertama, Selat Malaka menjadi salah satu jalur perdagangan maritim utama dan saat itu merupakan satu-satunya pintu masuk (melalui jalur laut) menuju Banda dan Maluku -- satu-satunya penghasil pala dan cengkeh di dunia -- serta Asia Timur seperti China dan Jepang yang juga merupakan produsen berbagai jenis rempah-rempah, termasuk sutra.Â
Alhasil, siapapun yang menguasai Selat Malaka, secara otomatis juga menguasai jalur perdagangan seluruh komoditas tersebut dan hal ini menjadikan Portugis sebagai kerajaan yang sangat kuat saat itu. Setelah menguasai Selat Malaka, mereka dengan mudah menguasai Banda dan Maluku. Tidak sampai di situ, mereka juga mendapat izin untuk membangun pusat perdagangan di Macau dan Jepang pada 1557 dan 1570. Hal ini semakin menegaskan dominasi Portugis terhadap jalur perdagangan maritim di Asia (Brotton, 2013). Sebuah kerajaan air yang adidaya.
Kesuksesan Portugis dijadikan contoh oleh para negara Eropa lainnya, termasuk Belanda, Inggris, dan Prancis. Negara-negara tersebut saling berebut untuk menguasai lokasi-lokasi strategis di sepanjang jalur perdagangan maritim Portugis saat itu, termasuk Selat Malaka. Akibatnya, berbagai perang kolonial antara negara-negara tersebut pun pecah di seantero samudra. Eropa telah berpindah ke Asia.
Jalan Tol di Samudra
Satu hal yang menarik adalah bahwa desain kapal para penjelajah Eropa di awal Era Eksplorasi berbeda dari saat mereka sudah membangun jalur perdagangan maritim menuju Asia. Di awal-awal Era Eksplorasi, sebagian besar kapal para penjelajah dibuat sedemikian rupa sehingga kapal tersebut memiliki kemampuan manuver yang mumpuni dan mampu untuk melawan arah angin, cocok untuk penjelajahan jarak jauh. Walau begitu, desain kapal ini tidak dibuat untuk mengangkut kargo yang besar dan membutuhkan jumlah kru yang cukup banyak untuk dapat dijalankan.Â
Setelah Portugis membangun jalur perdagangan maritim, fokus mereka adalah untuk berdagang, bukan lagi menjelajah, dan desain kapal seperti itu tidak lagi ideal. Karenanya, mereka mulai membangun kapal yang cocok untuk berdagang: membutuhkan sedikit kru kapal dan dapat mengangkut jumlah kargo yang besar. Kapal-kapal seperti ini disebut sebagai galleon (Rodger, 2012).Â
Keuntungan sekaligus kerugian dari desain kapal seperti ini adalah layarnya yang sangat besar. Dengan layar sebesar itu, jika kapal berlayar searah arah angin, kapal akan bergerak sangat cepat. Ambil contoh da Gama yang menyeberangi Samudera Hindia dari Mombasa ke Kalikut yang hanya memakan waktu 25 hari dengan mengikuti angin muson. Durasi yang bahkan lebih cepat lagi dicapai oleh para pedagang-pedagang Portugis setelahnya karena mereka mulai menggunakan kapal galleon. Namun, kerugiannya adalah, kapal tidak akan bisa bergerak melawan arah angin. Hal ini menyebabkan seluruh jalur perdagangan maritim yang dibentuk setelah era da Gama hanya mengikuti arah pergerakan angin (berbeda dari awal Era Eksplorasi saat para penjelajah Portugis mencoba untuk melawan angin di berbagai kondisi seperti saat di Cape Bojador dan Teluk Guinea, atau saat putaran pertama volta do mar). Beberapa jalur perdagangan maritim baru ini, yang utama, adalah Jalur Dagang Galleon (Galleon Trade Route) yang ditemukan oleh penjelajah Spanyol dan Jalur Brouwer yang ditemukan oleh penjelajah Belanda.