“Anak-anak muda jaman sekarang suka ngeluh, cepat bosan dan maunya instant,” cerita seorang teman yang kini telah menjadi seorang Direktur Pemasaran di sebuah perusahaan otomotif merek Jepang di Indonesia kepada saya saat berbincang santai di RollingStone Café, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Kalimat “cepat bosan” yang dilontarkannya mengelitik hati saya. Karena selama ini saya sering merasa cepat bosan berada di sebuah perusahaan, padahal saya baru bekerja di perusahaan tersebut kurang dari 2 tahun.
Sebelum mengenyam pendidikan di bangku kuliah, saya bekerja di sebuah pabrik pembuat meter listrik dan air di kawasan Cikarang, Jawa Barat. Hanya 2 tahun saja saya berada di sana. Alasannya karena “Capek”.
Selepas keluar dari pintu pabrik itu, saya bekerja di sebuah perusahaan kontraktor yang menangani pekerjaan perusahaan listrik negara (PLN). Lebih parah, hanya 6 bulan saja dan saya hengkang dari perusahaan itu dengan alasan pembenaran pribadi, “Saya bekerja sambil kuliah, jadi terasa capek”.
Pengalaman kerja terlama yang saya dapatkan hanya kurang dari 5 tahun, mulai tahun 2004-2008. Itu pun bisa bertahan selama itu karena faktor nama dan gedung kantor yang saya anggap keren, MetroTV. Jadi selama hampir 5 tahun saya bekerja di situ, bukan karena saya cinta pada pekerjaan saya, tapi karena gengsi dan kebanggaan bisa bekerja di kantor keren.
Lepas dari MetroTV saya bekerja sebagai seorang editor dua majalah yang mengulas otomotif roda dua dan roda empat. Berlanjut menjadi produser program tv yang masih berhubungan dengan dunia otomotif untuk ditayangkan di Trans7 (Majalah dan Program TV masih dalam satu perusahaan). Dan pada 2010 saya kembali meninggalkan pekerjaan itu. Yaa, 2 tahun saja.
Sekarang saya bekerja di sebuah perusahan Digital Consultant dengan pekerjaan utama sebagai Web Content Specialist. Tahun ini sudah memasuki tahun ke 3. Alhamdulillah yah, Sesuatu…!! semoga bisa bertahan lebih lama. amiiin.
Kembali ke masalah “Cepat Bosan dan Suka Ngeluh” yang dikatakan teman saya, sedikit banyak mengubah pola pikir saya untuk menyingkirkan rasa cepat jenuh dan bosan.
Waktu itu, sebelum teman saya mengatakan hal itu, saya berbicara dengan rekannya yang seorang Human Resource. Dia Ibu dengan satu orang anak. Dalam perbicangan santai dia berkata :
“Gak terasa, sudah 7 tahun gw kerja di sana,” kata dia.
“Hahh..!!! 7 tahunn..? Betah bangett..!!” balas saya seolah tak percaya.
“Ape lu bilang? 7 tahun lama? Lu gak tau berapa tahun Pak (sebut saja Iwan) kerja di perusahaan itu?” ucapnya sambil membelalakkan matanya.
“Emang berapa?" balas saya.
“18 tahunn.. De-La-Pan-Be-Las-Taa-Huuun.. Jadi 7 tahun mah belum ada apa-panya,” katanya kembali sambil melotot.
Wanjrittt.. 18 tahun.. Itu jelas bukan waktu yang singkat untuk bekerja di sebuah perusahaan. Anda bisa bayangkan, selama 18 tahun Pak Iwan bekerja di sebuah perusahaan dengan segala macam intrik, saling sikut dan politik perusahaan yang dihadapi. Tapi dia bisa menjalankannya hingga berhasil menapakkan karirnya sebagai seorang General Manager, sebelum akhirnya dilirik perusahaan Jepang lainnya untuk menjadi Direkutur Pemasaran.
“Kok bisa tahan selama itu sih, Pak? tanya saya.
“Itulah bedanya orang dulu dengan anak-anak jaman sekarang. Anak sekarang mentalnya mental tempe, cepat menyerah dan gak mau susah. Kena marah sedikit langsung ngambek. Suasana kantor sedang tidak kondusif langsung berpikir untuk resign, cari tempat baru.” katanya.
Perkataan itu ada benarnya. “Mental Tempe, Cepat Menyerah, Cengeng,” setidaknya memang sudah menjadi bagian dari jiwa anak-anak muda jaman sekarang. Meski tidak semua anak muda seperti itu, tapi itulah kenyataannya.
Anak muda jaman sekarang memang banyak yang seperti itu, termasuk saya di dalamnya. Saya sering cepat merasa bosan, cengeng, gak mau dimarahin, gak mau pusing dengan persoalan kantor. Yang saya pikirkan selalu hak pribadi saya yaitu gaji dan tunjangannya serta kenaikan gaji dan penambahan tunjangan tanpa peduli dengan kewajiban. Jika semua itu sulit terpenuhi, langsung berpikir untuk pindah ke perusahaan yang saya pikir akan lebih baik.
Terkadang, langkah yang saya ambil justeru tak sesuai harapan saya. Saat keluar dari satu perusahaan ke perusahaan lain, saya berharap bisa mendapatkan segala yang saya butuhkan seperti gaji besar, tunjangan, dan tentu saja pekerjaan yang santai. Karena comfort zone sudah seperti candu bagi saya. Tapi kenyataannya sama saja. Bahkan pernah lebih buruk dari pekerjaan atau kantor sebelumnya.
Setelah beberapa kali berpindah kerja, saya menarik kesimpulan bahwa semua perusahaan itu sama saja. Mereka mempunyai masalah, kelebihan dan kekurangan masing-masing yang belum tentu sesuai dengan ekspektasi kita..
Jadi jangan pernah berpikir pindah atau resign menjadi pilihan terbaik. Kecuali memang peluang emas yang tak mungkin datang dua kali atau keadaan memang sudah sangat tidak memungkinkan untuk diteruskan.
Apa Anda pernah merasakan seperti apa yang saya rasakan/alami?
Foto Ilustrasi : Google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H