Perkembangan industri dan media digital di Indonesia tumbuh semakin pesat. Bahkan dikatakan situspenn-olson.comdalam sebuah video presentasi yang dibuat oleh 4 orang mahasiswaSingapore Management University, menjelaskan bahwaIndonesia is the next big thing in digital media. Wajar mereka menganggap bahwa Indonesia adalah bagian terpenting dari perkembangan dunia digital masa depan. Pasalnya, saat ini saja Indonesia tercatat sebagai salah satu negara terbesar pengguna jejaring sosial khususnya Facebook dan Twitter. Terbukti, beberapa tranding topicdi twitter datang dari kicauan orang Indonesia. Tentu saja ini merupakan sebuah peluang. Peluang apa? Banyak, dan bahkan sangat banyak. Peluang ini bisa dimanfaatkan untuk beragam urusan baik pribadi, sosial, bisnis dan bahkan politik. Tinggal bagaimana pelaku memanfaatkan dan mengolah medium itu. Bagi yang pandai membaca dan mengolah medium itu, bisa jadi sesuatu yang luar biasa. Istilahnya, bahan-bahan sudah tersaji lengkap tinggal bagaimana pelaku meramunya menjadi suguhan yang menggoda. Sebagai contoh; saat ini banyak seleb social media bermunculan padahal awalnya mereka bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Ada satu hal penting yang perlu diperhatikan khususnya bagi pelaku industri periklanan. Kemudahan mengakses situs-situs jejaring sosial, khususnya dari ponsel, kini bukan lagi hal yang sulit dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Ponsel berharga kurang dari Rp 300 ribu pun, kini telah menyediakan fitur-fitur koneksi internet. Hal ini membuat pengguna internet dan pelaku di sosial media tak lagi sebatas kalangan menengah ke atas, tapi seluruh lapisan masyarakat. Melihat hal ini, wajar rasanya jika ada media tanah air mulai beralih dari cetak ke online. Ke depan, tak menutup kemungkinan hanya akan ada segelintir saja media cetak yang masih bertahan mengingat sumber daya alam yang semakin terbatas. Nah, di sinilah para pelaku industri periklanan dituntut harus lebih jeli dan kreatif memanfaatkan peluang yang ada. Masyarakat usia muda adalah pasar potensial karena hampir setiap saat mereka tak pernah lepas dari ponselnya. Jika dulu para pelaku industri iklan harus berkarya mebuat sebuah tayangan iklan tv berdurasi 15 sampai 30 detik, desain iklan di halaman koran dan majalah dan iklan banner di internet, kini para pelaku industri iklan harus mampu mengolah kata yang hanya 140 karakter di twitter. Atau mengumbar kalimat-kalimat di facebook fan page. Tapi hati-hati, di sini para pelaku harus memiliki strategi dan pendekatan jitu. Salah strategi, sasaran pun pergi. Masyarakat sekarang pintar dan kritis dalam memilih sajian menu yang ada di Internet. Contoh misal, saat berselancar di satu halaman internet, tiba-tiba ada atau melihat di salah satu sisi halaman tersebut ada banner iklan. Kalau boleh jujur, pasti akan mengacuhkan keberadaan iklan tersebut. Iya kan..? Kalaupun memandang dan membacanya, itu hanya sebatas memandang tapi tanpa mau menelusur lebih dalam dengan mengklik baner iklan tersebut. Kecuali jika ada kepentingan dengan iklan tersebut. Itu contoh kasus di Internet, kalau di TV tentu akan memindahkan channel nya, kalau di koran atau majalah akan langsung menuju kolam atau halaman berikutnya. Tapi sebagai pengiklan sudah pasti tidak akan mempedulikan apa tanggapan para target pasar mereka. Yang dilakukan pasti terus dan terus jejali calon konsumen dengan informasi iklan tersebut. Bahkan kalau perlu sampai mereka muntah-muntah karena terlalu sering menemukan iklan itu. Tapi memang seperti itulah cara iklan bekerja, yang penting produk dikenal dan tertanam di otak calon konsumennya. Tinggal para PR dan marketing yang akan bekerja lebih lanjut menyelaraskan tujuan iklan hingga produk itu benar-benar laris di pasaran. Contoh tadi adalah iklan yang bersifat satu arah. Di mana calon konsumen hanya bisa pasrah menerima tanpa bisa melampiaskan kekesalannya pada iklan tersebut. Lantas bagaimana dengan medium yang sifatnya dua arah seperti facebook fan page dan twitter? Di mana calon konsumen bisa langsung merespon iklan yang ada, entah melalui pertanyaan, cacian, pujian atau bahkan melakukan black campaign. Di sinilah para pelaku periklanan dituntut untuk lebih kreatif menggunakan 140 karakter tanpa mencolok mata mereka dengan kalimat-kalimat yang diumbar. Dan para pelaku periklanan juga harus mampu mengubah atau mencari sudut pandang lain dalam mencetuskan sebuah ide. Strategi manajemen konten, manajemen fan page hingga engagement harus dipersiapkan dengan matang. Tujuannya jelas untuk memkonversikan kepada peningkatan brand awareness & sale Seperti dikatakan Michael Michalko sang pakar kreativitas terkemuka dalam bukunya, Thinker Toys, kita harus mengubah sudut pandang untuk memperluas kemungkinan untuk melihat susuatu yang tak terlihat sebelumnya. Foto: Istimewa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H