Mohon tunggu...
Alvian Fachrurrozi
Alvian Fachrurrozi Mohon Tunggu... Seniman - Penulis bebas

Manusia bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hegemoni Keyakinan Impor

8 April 2022   11:16 Diperbarui: 8 April 2022   12:44 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fortunata Yvonia Fidelma

Lantas apakah kemudian saya hanyalah chauvinis fasis yang anti agama impor?
Satu hal yang pasti. Nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalis fasis atau chauvinis.
Jika Nasionalisme Indonesia adalah Nasionalisme Fasis seperti Nazisme Jerman, maka sudah pasti ada genosida besar-besaran terhadap keturunan asing seperti keturunan Arab yang numpang hidup di negeri ini, sama persis seperti Hitler dulu membuat genosida besar-besaran terhadap keturunan Yahudi yang numpang hidup di Jerman. Kenyataannya kan Nasionalisme Indonesia tidak seperti itu. Nasionalisme Indonesia ini adalah Nasionalisme Berkemanusiaan --- demikianlah kata Bung Karno.

Kemudian saya sendiri toh juga berasal dari keluarga penganut agama impor, saya sejak kecil juga dididik dalam lingkungan pendidikan yang berbasis agama impor, bahkan saya juga aktif di ormas agama impor. Saya pun juga tidak bergabung dalam paguyuban spiritualitas lokal manapun.

Tetapi saya sendiri memang ingin belajar berlaku adil sejak dalam pikiran. Saya sudah begitu muak dengan kesombongan saudara-saudara saya penganut agama impor yang semena-mena menista, merendahkan, dan memusuhi saudara sebangsa penganut agama-agama impor lain atau bahkan spiritualitas asli dari negeri ini.

Jika kita saling memusuhi
Kemana semua janji untuk bersatu
Jika selalu merasa berbeda
Bukankah kita semua saudara
Walau berbeda kita Indonesia

Demikianlah petikan lagu indah berjudul Bhinneka Tunggal Ika yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Fortunata Yvonia Fidelma, salah satu putri kebanggaan bangsa ini.

Menilik dari situ, pantaskah kefanatikan kita pada produk agama impor memecah belah rasa persatuan kebangsaan kita? Bukankah sebelum kedatangan agama-agama impor bangsa kita pun sudah punya riwayat peradaban yang besar? Sudah saling hidup damai atas perbedaan pandangan terhadap spiritualitas? Setidaknya filsafat Tantularisme pada abad ke-14 sudah menunjukkan akan hal itu.

----------
Ngawi, 08.04.2022
Alvian Fachrurrozi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun