Hasil publikasi Analisis Profil Penduduk Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa Indonesia sedang memasuki periode puncak era bonus demografi, era dimana angka usia produktif (15-64 tahun) penduduk Indonesia mengalami peningkatan hingga melebihi angka usia penduduk non-produktif.Â
Era bonus demografi Indonesia merupakan salah satu aset penting bagi Indonesia dalam mewujudkan 4 pilar visi Indonesia Emas 2045, yaitu pembangunan manusia serta penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantauan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.Â
Hal tersebut hanya dapat terealisasi jika pemerintah dapat mengelola era bonus demografi dan segala aspeknya dengan baik oleh pemerintah. Nyatanya, banyak permasalahan baru yang muncul akibat era ini, salah satunya adalah meningkatnya angka pengangguran di Indonesia.
Meningkatnya angka usia penduduk produktif pada era bonus demografi ini tentunya akan berjalan beriringan dengan peningkatan persaingan untuk memperoleh pekerjaan. Hal inilah menyebabkan angka pengangguran di Indonesia meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa tingkat pengangguran Indonesia hingga Februari 2023 mencapai 5,45% atau sebanyak sekitar 7,9 juta jiwa, dimana telah mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.Â
Walaupun begitu, jumlah pengangguran ini tetap merupakan aspek esensial yang harus diperhatikan oleh pemerintah, sebab perihal ini telah dijamin oleh pemerintah dan tertulis pada Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."
Banyak sekali faktor yang menyebabkan permasalahan ini muncul, salah satunya yang secara spontan menjadi perhatian utama adalah jumlah lapangan pekerjaan itu sendiri yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk di Indonesia. Akankah angka pengangguran akan menurun seiring meningkatnya jumlah lapangan pekerjaan?Â
Belum tentu, sebab bukan hal tersebut yang menjadi faktor utama penyebab tingginya angka pengangguran di Indonesia, melainkan rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia itu sendirilah yang menjadi akar utama dari permasalahan ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang tidak atau masih belum menempuh pendidikan mencapai 23,8% dari total penduduk atau 66,07 juta jiwa per Desember 2022.Â
Rendahnya kualitas SDM masyarakat Indonesia membuat mereka tidak menarik perekrut untuk bekerja dalam perusahaan penyedia lapangan pekerjaan dan mengakibatkan mereka tidak mendapat pekerjaan atau menjadi pengangguran.Â
Inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama untuk dapat mewujudkan salah satu pilar visi Indonesia Emas 2045, yang juga merupakan Sustainable Development Goals (SDGs) yang ke-8, yaitu untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak bagi semua orang.
Maka dari itu, beberapa upaya dapat dilakukan untuk menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Pertama dan utama adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui pendidikan, baik formal maupun informal. Pendidikan informal dapat dilakukan melalui pelatihan hardskill (kemampuan teknikal) maupun softskill, seperti kepemimpinan, kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis serta kerjasam tim yang tentunya sangat diperlukan untuk memasuki dunia pekerjaan.Â
Dengan demikian, diharapkan bahwa meningkatnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia ini juga sejalan dengan berubahnya orientasi serta pola pikir masyarakat yang tadinya ingin menjadi pekerja, menuju pola pikir masyarakat yang ingin membuka lapangan pekerjaan, yang tentunya juga akan menurunkan angka pengangguran di Indonesia, sekaligus mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 serta Sustainable Development Goals (SDGs) ke-8.