Mohon tunggu...
Stephanie Rebecca Ester
Stephanie Rebecca Ester Mohon Tunggu... profesional -

I believe each human beings has the potential "to change", "to transform" one's own attitude, no matter how difficult the situation. -Dalai Lama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

The Voice of Papua!

8 Juni 2012   06:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:15 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Papua Barat adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian barat Pulau Papua. Ibukotanya adalah Manokwari. Provinsi Papua Barat memiliki kekayaan alam yang melimpah serta peninggalan tempat-tempat bersejarah. Salah satunya adalah hasil laut yang belum digarap optimal. Bila kekayaan hasil laut ini dikelola secara profesional dan modern, sudah tentu akan membuat masyarakat Papua semakin makmur dan pengangguran makin berkurang. Di sektor pariwisata pun, Provinsi Papua Barat masih menyisakan tempat-tempat bersejarah, khususnya peninggalan tentara Jepang dalam Perang Dunia II melawan tentara Sekutu.

Itulah sekilas mengenai Papua Barat, Papua kita..Papua Indonesia. Namun sungguh ironis melihat kenyataan saat ini, pemberitaan apa yang sering kita temukan beberapa dekade terakhir ini mengenai Papua? Justru sebagian besar isinya menggambarkan kesengsaraan, kemiskinan, ketidakadilan, pelanggaran HAM dan isu-isu negatif lainnya. Baru-baru ini kita semua dikejutkan dengan adanya penembakan WNA di Pantai Base-G. Kurangnya sistem keamanan dan profesionalisme kepolisian Negara RI dalam menangani masalah penembakan merupakan bagian dari kontra operasi inteligen Indonesia dalam rangka mendeskritkan perjuangan bangsa Papua di Mata Internasional. Belum lagi selesai kasus tersebut, lalu muncul lagi kasus penembakan oleh TNI dan pembakaran rumah rakyat sipil di Papua Barat yang menelan korban hingga 17 jiwa.

Harus disadari bahwa konflik Papua Barat membutuhkan perhatian global. Banyaknya juga para pendatang yang menetap di Papua Barat, menyebabkan penduduk asli menjadi tahanan di tanah mereka sendiri - salah satu faktor yang berkontribusi terhadap konflik. Papua Barat saat ini menghadapi krisis. Ini adalah masa krisis dimana mereka berusaha untuk melestarikan hidupnya di tepi bahaya ekstrim dengan berjuang untuk mengembalikan identitasnya, kekuatan dan statusnya. Ada baiknya kita menilik jauh ke belakang untuk mengingat kembali New York Agreement tahun 1962 (http://www.freewestpapua.org/docs/nya.htm dan http://oppb.webs.com/Buletin.pdf). Dalam perjanjian ini hak-hak orang Papua ditetapkan dengan benar dan pada awalnya dihormati. Tapi akhirnya mereka disalahgunakan dan diabaikan oleh orang asing. Demokrasi telah difitnah dan orang-orang ditundukkan dan hak-hak mereka dihancurkan. Dari sejak dulu, Amerika selalu intervensi terhadap kondisi Papua, selalu mendukung penuh kedaulatan NKRI atas Papua, patut dipertanyakan, mengapa? Karena Papua-lah sumber kekayaan mereka (melalui eksploitasi emas oleh PT. Freeport). Bisa Anda bayangkan apabila Papua benar-benar merdeka, apa yang terjadi dengan sumber pendapatan terbesar Amerika ini? Bisa jadi, Papua lah yang akan menjadi negara terkaya nantinya karena hasil kekayaan alam disana yang sangat melimpah.

Pembodohan massal, penanganan konflik yang lemah, pengabaian hak masyarakat sipil, merupakan satu bukti bahwa Pemerintah memang terlihat ”sengaja” mebiarkan semua hal itu terjadi. Jika semua masyarakat Indonesia berpandangan bahwa masyarakat di Papua tidak berpendidikan, tidak mengerti aturan, maka itulah semua hal yang seharusnya kita pertanyakan kepada pemerintah pusat, ”dimanakah usaha pemerintah untuk mencerdaskan mereka? Atau apakah ’pembodohan massal’ itu memang sengajadibiarkan?”, marilah kita berasumsi. Namun satu hal yang saya lihat, memang keadilan dalam hukum Indonesia belum berpihak pada orang Papua.

Sorotan Internasional memandang penting konflik yang terjadi di Papua. Maraknya kasus-kasus yang tidak mencerminkan keharmonisan atau intoleransi antar umat beragama serta serangkaian pelanggaran HAM di Papua menjadi dua isu hak asasi manusia (HAM) yang paling disoroti dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) Indonesia oleh Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss. Pemerintah Indonesia dinilai menutup-nutupi pelanggaran HAM di tanah air, karena penjelasan delegasi Indonesia dalam sidang itu dinilai jauh dari realitas. "Pelaku intoleransi beragama dan kekerasan di Papua disebutkan sudah dihukum sesuai ketentuan, padahal kita tahu aparat yg terlibat kasus kekerasan dihukum sangat ringan tiga sampai sembilan bulan untuk perbuatan yg masuk kategori pelanggaran HAM berat," kata Rafendi Djamin, Direktur Human Right Working Group yang menghadiri sidang UPR di Jenewa.

Selain masalah intoleransi beragama dan Papua, yang juga mendapat sorotan adalah kondisi  perlindungan  perempuan dan anak, pendidikan, kesehatan, reformasi hukum dan ratifikasi sejumlah aturan internasional seperti Statuta Roma soal Pengadilan kriminal Indonesia.  Namun PBB tidak saja hanya melontarkan kritikan, melainkan juga memberikan sejumlah rekomendasi dalam sidang tersebut. Sikap Indonesia terhadap rekomendasi itu akan menjadi tolok ukur keseriusan komitmen dalam memperbaiki upaya penegakkan hak asasi manusia ditanah air. Indonesia harus mulai berbenah diri, jangan sampai kita kehilangan lagi 1 daerah yang memiliki potensi besar sebagai sumber pemasukan negara. Selamatkan Papua, this is The voice of Papua!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun