Mohon tunggu...
Albert
Albert Mohon Tunggu... Akuntan - melakukan sesuatu

mencari dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Versus

1 Desember 2015   08:01 Diperbarui: 7 Desember 2015   11:50 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sering kita mendengar dan membaca mengenai versus yang sering disingkat orang kita dengan "vs". Liverpool vs Swansea City kemarin yang berakhir dengan kemenangan Liverpool, kita terjemahkan Liverpool melawan Swansea City. Versus pun secara harfiah berarti melawan. Manchester United vs Leicester City, maka ManUtd melawan Leicester, dengan hasil akhir seri sama kuat. Jika menang lebih baik dari kalah maupun seri dan jika kita berdeduktif ria, maka Liverpool tentu saja lebih hebat dari ManUtd (yeeah.. hahahahaa) karena Liverpool menang dan ManUtd seri.

Dalam suatu versus, terjadi terjadi proses dan dalam proses tersebut tak jarang terjadi drama. Dalam Liverpool vs Swansea, salah satu proses yang terjadi adalah gol tunggal Milner dari dari drama pinalti. Dalam ManUtd vs Leicester, salah satu proses adalah gol Vardy yang kemudian menjadikannya sejarah dengan mencetak 11 gol di sebelas pertandingan.

Seorang striker yang beberapa tahun lalu masih bermain di kompetisi non liga, kini bisa cetak sejarah. Satu drama berawal dari proses dan satu proses berasal dari proses sebelumnya, begitu seterusnya sampai awal tindakan sebagai perwujudan dari kehendak yang berversus. Kehendak tersebut tercipta karena kepentingan dalam versus, yang biasanya adakah kemenangan.

Mungkin ada motif lain yang tersembunyi, seperti musuh dalam selimut dan menusuk dari belakang. Dengan begitu kemurnian dari versus tercemari, sehingga prosesnya pun menjadi tidak menarik. Proses menarik adalah konsekuenai logis dari versus. Jika versus adalah panggung dan proses adalah permainannya, maka proses dari suatu versus yang "murni" senantiasa bisa menarik pemirsa, apalagi jika ada drama disitu.

Dunia politikpun tak mau ketinggalan berversus. Tak main-main, akhir-akhir ini Menteri vs Ketua dewan. Gara-gara rekaman, proses versus terjadi. Apalagi ini melibatkan perusahaan besar seksi, yang membuat banyak pihak menggerayangi. Pun terjadi drama, seperti dalam sidang majelis kehormatan. Ketika si perekam mulai merekam, dia tentu ada latar belakang dan konsekuensi, karena dia sengaja. Demikian si pembuka isi rekaman, sadar konsekuensi. Dilain pihak, sasaran rekaman juga. Entah apakah ia sadar konsekuensi dari apa yang dibicarakan, yang jelas konsekuensi itu ada. Ketika isi rekaman disampaikan ke publik, itulah dimulai versus. Sebagai tindakan awal dari kehendak.

Pun pihak lawan merespon. Proses-proses kemudian bersahutan. Semoga ini "versus murni". Karena versus murni seringkali melahirkan drama-drama yang tidak terduga. Dalam versus kali ini, opini menjadi amunisi. Opini melahirkan isu yang kemudian saling serang. Untuk meyakini itu fakta, masih perlu pembuktian. Perlu menjadi perhatian pula jika, ketika satu pihak berlawanan dengan pihak lain untuk suatu hal, hampir tidak mungkin dua pihak itu semua benar. Dan seperti dalam versus-versus, hasil akhir selalu dinantikan.

Jika drama sudah terjadi dan jika proses versus seperti sebuah permainan, maka tak heran mulai tampak dukung mendukung, seperti supporter sepakbola yang terkadang hilang rasional. Hanya ada pertimbangan suka tidak suka, kawan lawan, bukan benar salah. Karena, bagaimana kita tahu benar salah jika informasi untuk mengujilnya berjejalan sedemikian rupa. Membingngkan benar isu ini. Pada akhirnya mereka mendukung, titik.

Tidak ada karena. Akhirnya, berdeduktif ria saja.. Jika dewan adalah musuh publik karena tingkah lakunya, dan ini ketua dewan yang dipertanyakan baik tingkahnya (baca=etika?), maka kepada siapa kita mendukung bisa kita putuskan.. ^^ Atau.. mungkin kita akan semakin selow, yang penting dapur ngepul, istri senyum, rumah aman nyaman dan kepada majikan harapan digantungkan agar lancar pekerjaan. Semakin selow adalah pilihan, ketika harapan kepada kebijakan semakin jauh tak terjangkau.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun