Mohon tunggu...
Re Ayudya
Re Ayudya Mohon Tunggu... Lainnya - Psikoedukator_Konselor

Enthusiast to Psychology and Education

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Awas Penipuan!

8 Maret 2014   20:34 Diperbarui: 23 Mei 2021   13:14 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Adik saya bernama Rangga, istrinya bernama Narni dan anak mereka yang masih balita bernama Putri. Mereka tinggal di Banyumas dan saat itu mereka sedang berkunjung ke Yogyakarta dalam rangka liburan. Ketika kami sedang berjalan-jalan di kawasan Malioboro, tiba-tiba handphone Rangga berdering. Sambil menggendong Putri, dia menjawab telepon dan menjauh mencari tempat yang tidak begitu ramai.

Tidak lama dia kembali dan saya bertanya “Telepon dari siapa, dik?”

Dia menjawab “Engga tahu. Engga jelas juga.”

Kami pun melanjutkan perjalanan, melihat barang-barang yang disajikan di sepanjang kawasan Malioboro.

Kemudian, handphone Rangga kembali berdering dan dia pun kembali menjawabnya. Wajahnya tampak serius ketika berbicara dengan si penelepon.

Begitu telepon ditutup, dia berkata “Telepon aneh. Masa aku ditelepon, disuruh mematikan Handphone?. Disuruh dinon-aktifkan.”

Mendengar itu saya dan suami kaget. “Loh, emang telepon dari mana? Alasannya apa ko’ kamu disuruh mematikan handphone-mu?” tanya saya.

“Katanya dari kepolisian, mereka lagi mencari pengedar narkoba dengan melacak GPS di handphone si pengedar. Handphoneku harus dimatikan karena itu akan mengganggu proses pencarian, bahkan bisa-bisa aku malah yang ditangkap karena kalau tidak dimatikan, GPS di handphoneku malah yang kelacak.” Jawabnya.

Mendengar itu saya dan suami spontan berkata “Ah, itu penipuan!”.

Belum selesai saya berbicara, handphone Rangga kembali berdering dan dia sibuk menjawab. Lalu, tiba-tiba handphone saya pun turut berdering, di layar nampak nama papa saya.

Saya langsung menjawab “Halo, Pa.”

“Teh, ini Papa dapat telepon dari rumah sakit Banyumas yang mengabarkan Rangga, Narni dan Putri kecelakaan di Banyumas. Narni dan Putri meninggal di tempat, sementara Rangga kritis di rumah sakit. Katanya untuk mengurus kedua jenazah dan perawatan Rangga, Papa harus kirim uang. Papa telepon handphone Rangga engga bisa terus dari tadi, nadanya sibuk.”

Baru saja saya akan menjawab, terdengar mama saya merebut telepon dan berbicara dengan terisak-isak menangis.

“Teh, kumaha atuh? Putri dan Narni meninggal. Aduh, Mama dan Papa susah ini. Si Rangga katanya engga sadar, koma di rumah sakit. Gimana ini Teh? Rumah sakit minta uang muka 10 juta. Duh, Teteh, Mama dan Papa bingung.”

Saya langsung memotong pembicaraan dan menjawab, “Mama, itu penipuan. Rangga, Putri dan Narni sekarang lagi liburan di Yogya. Kami ini lagi jalan-jalan di Malioboro. Ini nih bicara sendiri sama mereka. “

Rangga yang sedang menjawab telepon langsung saya tarik dan saya suruh berbicara dengan orang tua kami. Begitu pun dengan Narni, bahkan suara ocehan Putri pun kami perdengarkan lewat telepon agar orang tua kami yakin bahwa adik saya berserta anak dan istrinya dalam keadaan baik. Akhirnya orang tua percaya dan menjadi tenang. Mereka percaya bahwa itu hanya penipuan.

Mengetahui itu kami langsung tanggap, bahwa orang yang menelepon Rangga rupanya masih satu komplotan dengan yang menelepon orang tua kami. Salah satu dari mereka dengan sengaja terus menerus menelepon handphone Rangga agar handphonenya terus bernada sibuk dan tidak dapat dihubungi oleh orang tua kami.

Begitu si penelepon kembali menghubungi handphone Rangga, suami saya langsung menjawabnya dengan kalimat “Jangan macam-macam!. Saya Kapolda DIY, saya tahu anda penipu dan nomor handphone anda sudah kami catat. Suara anda pun sudah kami rekam!.”

“Tut...tut...tut...,” telepon langsung diputus. Rupanya si penelepon yang sekarang terkena tipuan.

“Hahaha...” Kami tertawa setelahnya.

Saya yakin tidak hanya saya dan keluarga yang pernah mengalami kasus seperti ini. Banyak warga masyarakat yang mengalaminya juga. Kami sempat bingung dari mana si penelepon mengetahui nama adik saya, beserta nama istri dan anaknya? Dari mana pula si penelepon mengetahui nama orang tua saya? Bagaimana si penelepon dapat mengetahui nomor handphone adik dan orang tua saya? Bahkan si penelepon dapat mengetahui tempat tinggal adik saya di Banyumas dan orang tua yang tinggal di Sumedang.  Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab saat itu.

Kami bersyukur, karena orang tua langsung menelepon dan meminta bantuan saya untuk mencari tahu tentang keadaan Rangga dan keluarganya. Bersyukur pula ketika itu adik saya dan keluarganya sedang berkunjung ke Yogyakarta dan kami sedang berwisata bersama. Seandainya mereka tidak sedang bersama kami, saya dan suami pun pasti akan ikut panik.

Kejadian tersebut sangat merugikan kami. Secara materi Papa saya harus mengeluarkan sejumlah pulsa untuk menelepon saya dan beberapa kerabat lainnya untuk memastikan kebenaran berita tersebut. Secara non-materi pun kami sangat dirugikan karena menimbulkan kepanikan, kecemasan, trauma bahkan mama saya hingga menangis terisak-isak dan lemas mendengar berita itu. Hal ini tentu saja dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan orang tua saya. Peristiwa penipuan ini sangat mengganggu hak kehidupan pribadi kami.

Dari peristiwa tersebut saya menghimbau kepada masyarakat agar:

  • Jangan lekas percaya dengan apa yang disampaikan si penelepon. Apalagi ketika ditelepon oleh nomer asing yang tidak jelas dari siapa.
  • Berusahalah untuk tetap tenang dan langsung menghubungi handphone orang yang dikabarkan oleh si penelepon.
  • Hubungi keluarga terdekat, kerabat, atau tetangga untuk membantu memastikan kebenaran berita tersebut.

Saya pun dengan tegas meminta kepada:

  • Pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi identitas pribadi setiap warga, mulai dari nama, alamat bahkan nama-nama anggota keluarga. Kiranya data warga seperti KTP dan Kartu Keluarga dapat dijamin kerahasiaannya.
  • Pihak kepolisian dapat menindak dan memberi sanksi yang tegas terhadap para pelaku penipuan melalui telepon tersebut sehingga masyarakat dapat lebih aman dan nyaman dalam menggunakan perangkat teknologi.
  • Perusahaan-perusahaan  provider  yang mengeluarkan nomor-nomor handphone  agar tidak menyebarluaskan dan dapat melindungi dengan menjaga kerahasiaan data pribadi dan nomer seluler konsumen.

*'Teh/Teteh"; panggilan untuk kakak perempuan dalam bahasa Sunda 

*"Kumaha atuh?" :Bagaimana dalam bahasa Sunda 

*Bahasa sudah disadur penulis agar lebih mudah dibaca

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun