Sebenarnya hukum yang tertinggi adalah "hukum alam" dimana alam senantiasa menuntut kesetimbangan, manusia sebagai bagian dari alam yang berakal budi seharusnya sadar dan semakin berbenah diri ketika merasakan ekosistem yang dirasakan sudah tidak seimbang lagi. Tetapi umumnya yang terjadi  adalah kebalikannya, manusia justru semakin bersaing adu kekuatan adu kepandaian agar eksis dengan kondisi komunitas yang semakin padat dan ekosistem yang semakin tidak memadai. Terbukti lahirnya egoisme, materialisme, money minded, dan kebobrokan mental serta hilangnya akal sehat manusia, Saling bunuh, saling serang, bahkan kejadian2 yang tidak semestinya yang tidak wajar pun dilakukan, ada berita ayah kandung memperkosa anak kandungnya, anak membunuh orang tua , orang tua membunuh anak, serta masih banyak peristiwa semacamnya terjadi yang sangat tidak mencirikan "kemanusiawian" manusia.
Kurangnya peran "hati" atau "suara hati" dalam diri manusia hingga tidak ada lagi " kesadaran " akibatnya kesadaran untuk hidup yang benar layaknya manusia berakal budi sudah sangat jarang ditemukan. Â Saya percaya pasti banyak orang yang ingin berbuat baik yang ingin sejahtera dan ingin hidup harmonis, tetapi lingkungan disekitar mereka memberikan analogi yang menyebabkan banyak pula orang terseret kepada arus zaman yang sudah tidak sehat lagi.
Mungkin Alam sudah tidak lagi bersahabat dengan manusia, alam murka dan mungkin jika berujar , alam mengatakan : " Maaf hai para manusia terpaksa kuhadirkan bencana alam, karena kamu semua sudah banyak melakukan hal hal yang menyalahi kebenaran, dan maaf  bencana ini terjadi menimpa siapa saja tidak pilih pilih dan tidak bisa tahu di mana terjadi nya! ". Secara alamiah tentunya Alam pun menjanjikan kondisi yang nyaman subur gemah ripah loh jinawi, tetapi karena ulah manusia yang tidak pernah merasa puas dan hilang akal sehatnya, maka "maaf" janji janji alam terpaksa ditunda dulu sampai manusia kembali menjadi manusia yang sejati, yang memiliki rasa kemanusiaan sejati yang berpegang pada kebenaran, mengerti akan moral dan akal sehat, tidak berebut kekuasaan, uang, harta dan yang terpenting adalah meimiliki "rasa tahu diri ".
Rasa Kasih sayang masih ada tentunya pada diri manusia, namun terseretnya manusia pada arus zaman, pada tuntutan zaman telah menyebabkan pola pikir manusia banyak bergeser, nilai2 kebaikan dan kebenaran banyak bergeser, Mengurus kepentingan diri sendiri dan kelompoknya terjadi sehingga masyarakat terkotak kotak pada pola kehidupan egoisme. Yang paling di sayangkan adalah, banyak yang hanya "pandai bicara" tetapi implementasinya 0 (nol).
Harapan kita semua agar menggugah hati kita sebagai manusia sejati muncul, saling mengasihi dan menyadari akan kehidupan yang baik dan benar, mampu melihat keadaan ekosistem yang sudah tidak seimbang, lalu ada kesadaran untuk menyeimbangkannya kembali dengan penuh kesadaran, maka alam akan kembali bersahabat. Tidak perlu banyak berteori dan beralasan apalagi berdebat, tetapi jadilah manusia yang sejati yang memiliki hati dan rasa kemanusiaan yang tinggi, maka kita sudah menyenangkan alam ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H