Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kita Harus Makan Bistik dan Merdeka!

10 Agustus 2019   14:46 Diperbarui: 11 Agustus 2019   09:55 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari kemerdekaan semakin dekat. Sembilan hari lagi, kita akan merayakan HUT kemerdekaan Indonesia yang ke 74. Tak terasa, bangsa kita sudah merdeka selama 74 tahun. 

Tercapainya kemerdekaan tersebut tak lepas dari perjuangan bapak bangsa kita. Khususnya Sang Bapak Proklamator, Pemimpin Besar Revolusi Ir. Sukarno.

Maka, tidak heran jika Beliau begitu menjunjung tinggi kemerdekaan. Begitu tingginya, sampai Beliau membuat pernyataan berikut pada pidato HUT Proklamasi Kemerdekaan 1963 (Mardani dalam merdeka.com, 2019):

"Lebih baik makan gaplek tapi merdeka, daripada makan bistik tapi dijajah."

Artinya, lebih baik kita menjadi bangsa miskin yang merdeka/berdaulat dibandingkan menjadi bangsa yang makmur namun dijajah oleh antek NEKOLIM. Alias perusahaan-perusahaan multinasional, bantuan kredit dari IMF-WBG, dan sistem ekonomi kapitalisme liberal itu sendiri. Sebagai seorang sosialis, Bung Karno sangat yakin bahwa kapitalisme menimbulkan eksploitasi terhadap rakyat banyak.

Tetapi, apakah dogma ini masih berlaku di abad ke 21? Tentu saja tidak. Kemerdekaan politik saja tidak cukup untuk pembangunan bangsa. Harus ada kemakmuran ekonomi yang mengiringinya. 

Jika tidak, rakyat banyak tidak akan pernah menikmati buah dari kemerdekaan. Akhirnya, kemerdekaan itu akan menjadi tong kosong. Propaganda yang nyaring bunyinya.

Lihat saja Venezuela sekarang. Ia menjadi sebuah negara gagal dengan masalah yang kompleks. Mulai dari hiperinflasi sampai kriminalitas yang merajalela. 

Hal ini terjadi karena kebijakan dinasti sosialis Chavista yang berkuasa sejak 1998. Mereka menjadikan perekonomian yang merdeka dari pengaruh NEKOLIM sebagai tujuan. Untuk mencapainya, para Chavistas melaksanakan bunuh diri ekonomi.

Mereka menasionalisasi sebagian besar sektor privat dalam perekonomian. Bisnis yang dinasionalisasi ini (terutama perusahaan minyak) menghasilkan pendapatan yang besar. 

Lantas, pendapatan ini digunakan untuk mendanai berbagai parallel social programs. Berbagai program sosial yang terkesan bombastis, padahal tujuan dan kegunaannya sama. Ini adalah pembuangan uang rakyat dalam skala masif.

Akhirnya, kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat kemerdekaan bangsa justru menjadi pisau yang membunuh kedaulatan rakyat. Mana mungkin rakyat berdaulat ketika mereka tidak makmur? 

Justru, rakyat akan semakin ketergantungan terhadap inisiatif pemerintah dan bantuan asing. Bukannya menjadi orang merdeka (free man), rakyat justru menjadi budak (serfs).

Kalau kita gunakan fraseologi Bung Karno, kita harus makan bistik dan merdeka. Menciptakan kemakmuran yang meluas untuk membentuk manusia Indonesia yang merdeka. Manusia Indonesia yang berinisiatif, kreatif, toleran, dan pekerja keras.

Lantas, bagaimana cara yang harus dilakukan agar kita makan bistik dan merdeka?

Pertama, giatkan literasi dan inisiatif dalam sistem pendidikan kita. Not just for the smart few seperti sekarang. Tetapi kepada semua peserta didik. Berikan tugas-tugas yang mendorong peserta didik untuk membaca dan menulis. 

Misalkan membuat sebuah esai opini tentang solusi permasalahan di sekitar mereka. Setelah ditulis, peserta didik harus mampu mengimplementasikan solusi tersebut.

Model tugas ini bisa diimplementasikan dalam berbagai pelajaran. Seperti matematika, ekonomi, sosiologi, dan lain sebagainya. Melalui cara ini, diharapkan output dari sistem pendidikan kita bisa menjadi problem solver dalam berbagai bidang. Mulai dari menjadi entrepreneur sampai reformer yang meningkatkan efisiensi berbagai unit ekonomi.

Kedua, tingkatkan kebebasan ekonomi dan demokratisasi melalui mekanisme pasar. Singkatnya, perluas peranan pasar dalam kehidupan ekonomi masyarakat. 

Mengapa? Pasar mengizinkan setiap anggota masyarakat untuk memilih. Free to choose. Selain itu, pasar juga memberikan insentif kepada setiap anggota masyarakat untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri. Being the best to compete.

Untuk membawa perluasan ini, pemerintah dapat memulai dengan mengurangi lingkup sektor publik. Privatisasi BUMN-BUMN yang dianggap lebih menguntungkan jika berada di sektor privat. Lakukan deregulasi dan streamlining agar industri-industri kita lebih percaya diri dalam bertindak. Terakhir, hanguskan sebagian besar kendali harga pemerintah. Let the market determine its value.

Ingat, John O'Sullivan pernah berkata, "The best government is that which governs least." Maka dari itu, pemerintah harus berfokus pada peranannya dalam bidang pertahanan, menjalankan pelayanan publik, dan melindungi kaum marjinal. Upaya ini mendorong pemerintah untuk membenahi diri. Which is cara ketiga yang perlu dilakukan.

Pemerintah wajib mendorong efisiensi dalam pelayanan sektor publik. Efisiensi ini terwujud dalam pelayanan publik yang cepat dan berkualitas. Alias pelayanan publik das des set set wuet.

Setiap pembuatan dokumen legal seperti KTP sampai izin usaha harus dilaksanakan sebaik mungkin. Dalam istilah Pak BTP, para birokrat harus menjadi seperti calo yang selalu siaga.

Ketika kemandekan birokrasi ditumpas, korupsi pasti berkurang. Selama ini, kemandekan birokrasi menjadi legitimasi korupsi. Alias bribery to get things done. 

Ketika pelaku ekonomi mampu menyelesaikan urusan legal tanpa kemandekan, mereka tidak akan mau membayar sejumlah uang untuk menyogok birokrat. Dampaknya, pelaku ekonomi tidak kehilangan waktu dan uang yang banyak.

Ketika ketiganya dilakukan, high cost and inefficient economy yang menghalangi penciptaan kekayaan di negara kita dapat menghilang. Ketika penciptaan kekayaan lebih besar, rakyat menjadi semakin makmur. 

Semakin makmur rakyat, manfaat kemerdekaan semakin dirasakan. Manfaat inilah yang mendekatkan kemerdekaan dengan hati rakyat kebanyakan.

Maka dari itu, kemakmuran dan kemerdekaan adalah dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Jangan sampai kemerdekaan itu hancur karena kita gagal makmur.

SUMBER

Merdeka. Diakses pada 9 Agustus 2019.

Washington Post. Diakses pada 9 Agustus 2019.

Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun