Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

BTP dan Anomali Pejabat Kita

26 Juli 2019   22:39 Diperbarui: 26 Juli 2019   22:50 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/22/14144631/ahok-karier-politik-saya-sudah-selesai

Pertama, terapkan sistem Lelang Jabatan di seluruh Indonesia. Dengan Lelang Jabatan, seluruh posisi dalam birokrasi (kecuali yang dipilih melalui pemilu) akan diisi oleh orang-orang terbaik dalam bidangnya. Hal ini bisa terjadi karena seleksi yang dilakukan bersifat merit-based. Ribuan orang yang menginginkan suatu jabatan harus berkompetisi satu sama lain, membuktikan kredensial mereka.

Selain itu, sistem ini juga memicu para pejabat petahana untuk memperbaiki kinerjanya. Insentif ini muncul karena analogi "pemain utama-pemain cadangan" berlaku dalam birokrasi. Jika sang petahana tidak memiliki performa yang baik, kepala daerah bisa menggantinya dan melelang jabatan tersebut. Kalau kata BTP, "Pemain cadangannya udah siap nih, tinggal kamu mau lari lebih kenceng atau enggak."

Kedua, rombak sistem penggajian pejabat dan PNS menuju KPI-based. Apa yang dilakukan BTP terhadap sistem penggajian PNS sebagai Gubernur DKI harus ditiru di seluruh Indonesia. Berikan PNS take-home pay (THP) yang besar. Tetapi, THP itu harus diperoleh melalui peningkatan produktivitas yang terukur. Seperti yang telah digariskan dalam rumus sederhana ini (Purnama, 2018:37).

TKD = (Prestasi Kerja x Nilai Jabatan x Nilai Poin) -- (Kewajiban + potongan yang sah)

Dampaknya, insentif bagi para pejabat publik untuk melanggar sumpah jabatan mereka akan semakin rendah. Mereka diberikan kesempatan untuk menikmati THP yang tinggi. Namun, THP tersebut hanya diperoleh pejabat dan birokrat yang jujur, produktif, dan responsif terhadap aspirasi rakyat. Jika tidak, THP yang tinggi mustahil untuk diperoleh.

Ketiga, segera wajibkan e-budgeting, e-planning, dan e-government bagi seluruh pemerintah daerah. Pada tahun 2017, Presiden Jokowi berencana untuk mempersiapkan Perpres e-budgeting, e-planning, dan e-government (Nugroho dalam news.detik.com, 2017). Sayangnya, rencana tersebut belum direalisasikan sampai sekarang. Presiden Jokowi harus segera merealisasikan rencana ini.

Mengapa? Sebab penerapan ketiganya terbukti meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. E-budgeting mampu meminimalisir dana siluman yang dapat muncul dalam APBD melalui transparansi. E-planning mempersingkat jarak antara masyarakat dengan pemerintah dalam proses perencanaan pembangunan. Terakhir, e-government mendorong open governance dalam birokrasi.

Ketika ketiga upaya ini diterapkan, pemegang jabatan publik di negeri kita menjadi lebih accountable dan accessible. Akibatnya, muncul sebuah insentif baru bagi pejabat publik. Sebuah insentif baru untuk menjadi pelayan masyarakat yang teguh pada sumpah jabatan. Akhirnya, anomali pejabat publik kita akan menghilang secara berkelanjutan.

SUMBER

1. Diakses pada 26 Juli 2019.

2. Diakses pada 26 Juli 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun