"The writer is the engineer of the human soul," kata Joseph Stalin.Â
Penulis bukan seorang simpatisan Komunis, apalagi seorang Stalinis. Namun, pernyataan ini sangat akurat dan sesuai dengan apa yang penulis alami. Melalui rangkaian kata yang dijalinnya, seorang penulis bisa menggetarkan, menyadarkan, membangunkan, bahkan mencengangkan sukma pembacanya.
Namun, bukan sukma pembaca yang terkena dampak terbesar dari tulisan seseorang. Justru, sukma sang penulis sendiri yang paling terkena dampaknya. Apa buktinya? Pengalaman penulis sebagai seorang Kompasioner membuktikan pernyataan tersebut.
Penulis memulai debut sebagai seorang Kompasioner pada tahun 2016. Tetapi, pada masa tersebut, penulis belum terlalu serius menekuni panggilan ini. Mengapa? Pada masa ini, penulis kehilangan kesadaran untuk menulis. Hilangnya kesadaran itu disebabkan oleh kesibukan yang makin melanda, serta ketidakmampuan penulis untuk memahami arti menjadi seorang penulis.
Memang, apa arti menjadi seorang penulis? Berdasarkan analisis penulis, terdapat 4 tingkatan pemahaman manusia sebagai pemikir/ideolog, yaitu:
- Tingkat Pertama: Memiliki ide, pemikiran dan gagasan yang cemerlang
- Tingkat Kedua: Menyebarkan ide, pemikiran dan gagasan tersebut secara lisan
- Tingkat Ketiga: Mengabadikan ide, pemikiran dan gagasan tersebut dalam tulisan
- Tingkat Keempat: Mempengaruhi pembaca dengan ide, pemikiran dan gagasan melalui tulisan yang mampu membangkitkan kesadaran banyak orang.
Seorang penulis sejati adalah seseorang yang memiliki kesadaran untuk mengabadikan ide, pemikiran dan gagasan yang dimiliki melalui bentuk tulisan.Â
Dalam mengabadikan ide tersebut, seorang penulis melakukannya seperti membuat sebuah pigura untuk ide yang sudah ia bidik. Ia pasti membuat pigura yang terbaik, agar ide tersebut menjadi menarik.
Ketika tulisan tersebut berhasil dirangkai dengan baik dan menarik, maka para pembaca pun akan terpengaruh. Jiwanya tersadar dan tergerak untuk melakukan sesuatu. Tindakan itulah yang akhirnya akan berdampak bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Lalu, apakah dampak ini berakhir begitu saja?
Tidak, sama sekali tidak. Justru, dampak terbesar muncul setelah tindakan tersebut berdampak bagi lingkungan dan masyarakat sekitar individu tersebut. Mengapa? Tindakan tersebut akan memberikan kesan mendalam yang sama bagi anggota masyarakat lain yang merasakan dampaknya. Ketika kesan mendalam tersebut sampai, maka tercipta lagi tindakan yang sama.
Everything we did in life has its own multiplier effect. Ketika kita menulis suatu opini atau ide yang positif, maka akan ada sebuah dampak yang positif bagi masyarakat, dan begitupun sebaliknya. Sejarah dunia ini membuktikan dengan sangat jelas, bahwa pernyataan di atas adalah benar adanya.
Seorang mahasiswi Jurusan Kimia Universitas Oxford bernama Margaret Hilda Roberts, membaca buku filsafat politik karya Friedrich Von Hayek, sang ekonom mazhab Austrian yang tersohor berjudul The Road to Serfdom. Tulisan ini bekerja seperti Alkemi bagi si calon ilmuwan muda . Ia begitu terpengaruh dengan untaian kalimat yang terangkai dalam buku itu.