Sekarang ini, gempa bumi menjadi sebuah kata yang sering muncul di headline portal-portal berita di Indonesia. Mulai dari gempa di Sumatera Barat, Bali, hingga Lombok. Peristiwa-peristiwa ini menyayat hati kita sebagai manusia Indonesia. Banyak korban jiwa yang berjatuhan, terutama pada gempa bumi Lombok yang terjadi secara beruntun. Bahkan, muncul berbagai inisiatif crowdfunding untuk membantu para korban bencana di Lombok.
Namun, gempa-gempa bumi ini tidak akan memakan terlalu banyak korban jiwa, jika manusia Indonesia mampu menerapkan tagline "kenali bahayanya, kurangi risikonya." Pernyataan ini dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membangun budaya sadar bencana di Indonesia. Sehingga, manusia Indonesia memiliki sebuah mental yang siap untuk selamat dari bencana, khususnya gempa bumi.
Lalu, bagaimana cara untuk membangun sebuah budaya sadar bencana agar kita siap untuk selamat dari bencana gempa bumi?
Upaya itu harus dimulai dari diri sendiri, dengan mengenal serba-serbi gempa bumi. Menurut Supriyono (2014:107), terdapat 4 hal yang harus kita pahami tentang gempa bumi, yaitu:
- Potensi ancaman gempa bumi yang ada di daerah masing-masing.
- Tanda-tanda akan terjadinya gempa bumi.
- Tindakan yang harus dilakukan sebelum, saat terjadi, dan sesudah gempa bumi.
- Pendidikan dan latihan kesiapsiagaan bagi siswa dan masyarakat terhadap gempa bumi di lingkungannya.
Namun, sebelum penulis menjelaskan 4 poin di atas, kita perlu memahami apa itu gempa bumi? Mengapa gempa bumi terjadi? Wilayah apa yang sering dilanda gempa bumi
Secara pengertian akademis, gempa bumi adalah adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat terlepasnya energi dari dalam perut bumi secara tiba-tiba, sehingga tercipta gelombang seismik yang ditandai dengan patahnya lapisan pada kerak bumi (Supriyono, 2014:3).Â
Gempa bumi sering terjadi di wilayah yang dilintasi oleh lempeng bumi. Indonesia menjadi salah satu wilayah yang rawan terjadi gempa bumi, karena menjadi tempat pertemuan tiga lempeng dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik (Supriyono, 2014:50). Maka dari itu, kita sebagai manusia Indonesia harus memahami gempa bumi secara benar, karena suka tidak suka, bencana ini dekat dengan kehidupan kita.
Hal pertama yang harus kita pahami adalah potensi gempa bumi di daerah masing-masing. Setiap manusia Indonesia harus memahami potensi terjadinya gempa bumi di daerahnya masing-masing. Bagaimana caranya? BNPB harus memulai upaya ini dengan melakukan poin keempat untuk membangun budaya sadar bencana, yaitu sosialisasi bencana gempa bumi di sekolah-sekolah, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).Â
Sosialisasi ini harus dimulai dari para pelajar, karena pemahaman tersebut akan tertanam lebih kuat kepada generasi muda yang belum memiliki banyak pengalaman soal gempa. Sehingga, ketika mereka berada di rumah, para pelajar tersebut akan memberitahukan kepada orangtua serta anggota keluarga lainnya tentang sosialisasi tentang gempa bumi yang baru saja mereka terima. Akhirnya, sosialisasi tersebut akan menyebar ke seluruh elemen masyarakat, dengan pola pelajar-keluarga-lingkungan-komunitas.
Kedua, kita juga harus memahami tanda-tanda akan terjadinya gempa bumi. Syahid (dalam hipwee.com, 2016) menyatakan terdapat 4 tanda akan terjadinya gempa bumi.Â
Pertama, muncul awan gempa yang berbentuk seperti angin tornado, pohon, atau batang yang tegak. Kedua, adanya gangguan terhadap barang-barang elektronik, seperti suara brebet-brebet pada televisi atau lampu neon yang tetap menyala remang-remang meskipun dimatikan, menandakan adanya gelombang elektromagnetik yang kuat.Â