Pemerintah harus melaksanakan reformasi ekonomi. Reformasi ekonomi dilakukan untuk menciptakan kerangka-kerangka tersebut, yang masing belum dibangun secara tegas di dalam perekonomian Indonesia. Untuk membangunnya, diperlukan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang tepat sasaran. Bauran tersebut hanya akan tercapai jika ada koordinasi kebijakan yang jelas antara Kementerian Keuangan (sebagai pemegang otoritas kebijakan fiskal di Indonesia) dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral.
Bagaimana kebijakan fiskal yang harus ditempuh oleh Kementerian Keuangan? Ada 3 kebijakan yang harus ditempuh untuk membangun kerangka perekonomian yang bebas. Ketiga kebijakan ini adalah sebuah upaya untuk mengubah sistem perpajakan di Indonesia menjadi lebih efisien, serta membuat belanja pemerintah lebih tepat sasaran.
Pertama, pemotongan tarif pajak penghasilan (PPh), yang disertai dengan pengurangan progresifitas sistem pajak dan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN). Struktur PPh 21 dan PPh 25 harus disederhanakan, dari 4 tingkatan tarif pajak menjadi 2 tingkatan tarif pajak (PPh 21) dan 3 tingkatan tarif pajak (PPh 25). Selain itu PPN harus dinaikkan tarifnya sebesar 5%, dari 10% menjadi 15%, untuk menjaga stabilitas penerimaan dalam APBN. Berikut adalah gambaran perubahan struktur dan tarif PPh 21 dan PPh 25 yang penulis usulkan:
Kedua, penghapusan pajak atas bunga dan dividen, untuk memberikan insentif bagi warga negara untuk menabung dan berinvestasi di pasar modal. Pengenaan pajak terhadap pajak dan dividen sama saja dengan menghukum para penabung dan investor. Mengapa? Keuntungan yang mereka peroleh tidak dapat dinikmati seluruhnya, dengan adanya pajak atas bunga dan dividen sebesar 10-30%. Jika ini terus terjadi, maka kinerja pasar modal dan sektor bisnis tidak akan menggeliat. Adanya penghapusan pajak atas bunga dan dividen dapat membangkitkan geliat tersebut, dan berdampak positif terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Ketiga, melakukan pemotongan belanja negara di berbagai sektor yang tidak produktif, seperti subsidi energi, serta mengubah cara/metode pembelanjaan uang negara agar lebih tepat sasaran. Dalam menerapkan kebijakan ini, diperlukan dukungan dari berbagai kementerian yang terkait, seperti Kemdikbud, Kemenkes, Kemenperin, dan berbagai kementerian lainnya untuk melakukan terobosan-terobosan terbaru untuk menghemat anggaran. Contohnya, dalam bidang pendidikan, Kemdikbud dapat menelurkan School Choice Programs melalui Tabungan Pendidikan, di mana pemerintah mengalokasikan belanja pendidikan per murid secara langsung ke dalam tabungan tersebut. Dalam bidang kesehatan, Kemenkes dapat mengeluarkan Tabungan Kesehatan, di mana pemerintah memberikan transfer secara langsung kepada setiap warga negara Indonesia sejumlah uang, yang dapat digunakan untuk belanja kesehatan. Terakhir, Kementerian BUMN sebagai pemegang commanding heights di dalam perekonomian Indonesia dapat melakukan kebijakan privatisasi terhadap perusahaan-perusahaan BUMN besar maupun kecil, dengan menjual saham yang dimiliki negara kepada investor ritel/individu di dalam negeri, untuk mendorong efisiensi perusahaan-perusahaan tersebut, mengurangi belanja negara untuk mendukung keuangan perusahaan milik negara, serta menciptakan share-owning culture.
Ketiga kebijakan fiskal di atas membuat dua pulau terlampaui dalam sekali dayung. Dilaksanakannya reformasi-reformasi di atas akan meningkatkan kebebasan ekonomi di Indonesia, serta meningkatkan efisiensi sektor publik dan privat secara bersamaan.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengakomodir reformasi tersebut? Ada satu kebijakan moneter yang harus diperkuat oleh Bank Indonesia, yaitu unsur bujukan moral (moral suasion). Selama ini, penulis mengamati usaha yang sangat keras dari Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai Rupiah melalui Kebijakan Diskonto, Kebijakan Pasar Terbuka, Pengendalian Kredit, serta Penetapan Reserve Requirement Ratio (RRR). Namun, kebijakan ini belum disertai dengan upaya bujukan moral yang kuat dari Bank Indonesia kepada masyarakat sebagai subjek dalam kebijakan moneter. Untuk mengatasi hal ini, Bank Indonesia dapat memanfaatkan aplikasi Bank Indonesia pada gawai pintar, channel Bank Indonesia di YouTube, serta website Bank Indonesia untuk mengunggah konten yang terkait dengan bujukan moral bagi masyarakat, agar memberikan respons yang positif terhadap kebijakan moneter yang ditempuh. Sehingga, stabilitas nilai mata uang Rupiah akan lebih kuat, dan mampu menunjang reformasi dan pembangunan ekonomi yang terjadi dari kebijakan fiskal yang diusulkan sebelumnya.
Maka, inilah hal-hal yang dapat dilakukan oleh negara kita untuk memanfaatkan momentum IMF-World Bank Annual Meeting 2018 di Nusa Dua, Bali pada 8-14 Oktober 2018. Perhelatan ini tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk mendorong sektor pariwisata semata. Perhelatan ini harus menjadi momentum bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mengadakan reformasi dan pembangunan ekonomi, agar bisa mengejar ketertinggalan dengan negara lain. Mengerjar ketertinggalan inilah yang harus kita lakukan, untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Daftar Pustaka
http://meetings.imf.org/en/2018/Annual