Mohon tunggu...
Rahma Dian
Rahma Dian Mohon Tunggu... Guru - Love writing and reading

Do something good it will be good for us. twitter: @dradikta | IG: dradikta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Sore Ini

10 Juni 2016   10:49 Diperbarui: 10 Juni 2016   10:59 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Sendirian aja,” bisikan itu memaksa mata berpaling dari heroiknya buku Emer Martin.

“Iya,” singkat ucapku, bubuhkan senyuman biar tak kaku.

“Jawabannya selalu seperti itu,” kata – kata yang rutin terucap dari bibir Nuka. Lagi - lagi aku hanya senyum, tak mampu berbuat lain.

“Kreeekkk!” berisik namun indah karena nada itu pertanda aku tak sendirian di perpustakaan, Nuka menarik kursi dan duduk di sampingku. Seperti tak berjarak, hanya 5 cm, hatiku pun merajut sayap dan bersiap terbang bersama pria penggila permen karet itu. Hemmm..

Setelah ringikan kursi tak ada dentuman apapun. Semuanya melebihi kata tenang, akupun berlayar bersama kata – kata sampai terlupa. Benar – benar terlupa kalau sebelahku ada teman terindah. Ketika mulut mencoba menyapa semuanya telah terlambat. Tampaknya Nuka telah lari. Inilah keburukanku selalu hanyut dengan buku – buku yang kubaca. Aku harus merapikan semuanya dan mengejar pria itu. Up! Penglihatan merekam sebuah kertas berselotip yang tertancap di meja. “Aku tunggu di depan, kita makan es krim yukkk! NUKA”

Kacamata tebal ini rupanya masih layak, buktinya bola mataku masih mampu merekam tawa Nuka dengan satpam kampus. “Hai...” sahutan kecil yang memulai kebahagiaan besar tersampai dariku. “Rupanya aku telah mengalahkan pesona buku – buku tadi,” sedikit cibiran dari Nuka tapi tak cukup menaburkan perih di kedua kuping. Hemm..tangan pria berkaos hitam itu menghampiriku, tandanya diri siap diajaknya membelah jalan dan makan es krim.

Pintu tertutup, tulisan “BUKA” berubah jadi “TUTUP” rupanya kurang beruntung. Hasilnya aku dan Nuka duduk di teras kafe, menanggalkan rasa lelah. Belum semenit, keringatpun masih tercium cuaca mengajak bercanda. Angin mengubah langit biru menjadi hitam kelam dan beberapa detik guyuran air datang membasahi seisi kota. “Terjebak” itulah kata yang tepat. Menentangnya dan balik ke kampus takut dengan resiko, bukan hanya basah tapi bisa masuk angin bahkan lebih. Lalu, aku dan Nuka? Harus menanti selamanya di sini? Terlalu dingin.

“Tunggu di sini,” singkat lalu berlari ke mini market yang mepet dengan kafe. Aku belum bisa memberi komentar, hanya melihat tingkah Nuka yang aneh. Tak lama, hanya ukuran detik, Nuka kembali dengan 2 cone es krim. “Yakin? Hujan – hujan makan es krim” gerutu itu lahir dari dasar hatiku. “Lintang, kita makan es krimnya di sini aja ya?” Tawaran edan. Aku diam, tubuhku saja butuh kehangatan malah diberi sebaliknya. “Jangan pedulikan dinginnya tapi coklat di dalamnya yang bisa mengubah suasana hati, sedih jadi bahagia, dingin mungkin saja jadi hangat,” alasan, gombalan atau apa? Pria ini selalu menuntut otakku buat berfikir.

Seminggu kemudian

Seperti malam minggu sebelumnya, aku terpaku di rumah. Nol ajakan, maklum aku miskin teman. Ngopi di kamar, berharap ada pesan “Malming yukkk”. Eits! 5 menit kemudian, WA masuk. Penasaran isi pesannya? Ya atau tidak aku tetep membaginya “Aku tunggu jam 8, di tempat kita makan es krim seminggu lalu..awas galau berat kalau nggak datang!” itu dari Nuka. Aku membalasnya dengan “Ada apa emangnya?” namun nihil. Telponpun yang jawab cewek “Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan..” kulempar HP ke ranjang dan akupun mengikuti. Lirik jam dinding yang terpaku di atas lemari, masih pukul 7 katanya. Ada sejam buat mempersiapkan diri, semoga langit cerah.

Ojek yang dipesan sudah memberi kode “Tin..tin” saatnya terbang. Sepertinya bintang bertambah 1000 kali lipat dibanding malam kemarin. Cocoklah buat menikmati malam minggu. Ouh! Lampu kafe sudah terlihat, saatnya melambaikan tangan buat Abang ojek dan tak lupa buat kasih upah. Masuk kafe dan duduk di meja yang kusuka, nomor 9. 5 menit, 10 menit suasana hati masih adem, namun ketika sudah 3 jam semuanya bermutasi jadi cemas. Ambil Hp dan klik “Nuka” tak aktif. Menyapa jam tangan, sedikit kaget maklum angkanya sudah 10 malam. Kalau sampai aku bertahan semenit aja, mama pasti telpon dan panjang ceritanya. Berdiri dan secarik ide mampir,”Mbak, tolong kasihkan gantungan kunci ini ke Nuka,” kataku kepada salah satu pelayan, tak lupa kuperlihatkan foto Nuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun