Berdasarkan pengalaman untuk mengatasi kedua rasa takut itu ada dua cara. Â Yang pertama adalah harus ada pemicu keberanian. Â Dalam kasus saya, akhirnya berani donor darah gara-gara dipanas-panasi oleh rekan sekantor. Â Di sisi lain mereka juga ramai-ramai berencana donor darah bareng. Â Jadinya saya ikut tergugah, selain turut bersemangat, juga muncul rasa malu jika tidak ikutan donor. Â Malu juga kalau dianggap pengecut gara-gara takut sama jarum suntik. Â Apalagi jarum untuk donor darah ukuran diameternya lumayan juga.
Kemudian cara kedua yang saya terapkan dari awal donor sampai sekarang adalah, berusaha mengalihkan pandangan saat jarum dimasukkan ke pembuluh darah dan terus mengalihkan perhatian saat proses pengambilan darah.
Pernah satu kali saya iseng ingin memfoto lengan yang sedang diambil darahnya saat proses donor berlangsung.  Ternyata entah kenapa kedua mata saya langsung berkunang-kunang hehe.  Sejak saat itu saya kapok dan memutuskan untuk selalu mengalihkan pandangan dan perhatian ke arah lain.  Untungnya sekarang bisa terbantu dengan adanya smartphone, jadi bisa browsing atau apapun selama proses donor berlangsung.
Demikianlah cara saya mengatasi rasa was-was dan takut saat donor darah. Â Lalu, bagian akhir dari donor selalu menjadi hal yang menyenangkan dan saya anggap bonus, yaitu'hadiah' dari PMI saat prosesnya usai. Â Walaupun sederhana saja, biasanya berupa tablet vitamin, susu kotak dan snack, anehnya hal tersebut selalu terasa menyenangkan dan menjadi bagian yang saya tunggu hehe.
Bagaimana, ada yang masih takut donor darah juga?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H