Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Belajar Menyeimbangkan Hidup di Bulan Ramadan

23 Maret 2024   12:40 Diperbarui: 23 Maret 2024   12:46 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: bodyshopbusiness.com

Pekerjaan, hidup dan ibadah bukankah sebenarnya adalah satu kesatuan. Di bulan ramadan bedanya cuma perubahan jam tayang. Itupun sejatinya yang berubah hanyalah jam makan. Hanya ada tambahan kebijakan pada jam kerja, terutama di kantor pemerintahan.

Perubahan di kantor sebenarnya tak begitu kentara. Cuma pada diskon jam pulang selama satu jam setiap harinya.  Masuk tetap jam 8 pagi, pulang jam 15.30.  Hari biasa di luar bulan puasa pulang di jam 16.30.  

Tantangan sebenarnya adalah rasa mengantuk yang entah kenapa lebih rajin datangnya di saat jam kerja. Mungkin karena kurang pasokan air ke dalam tubuh.  Mungkin juga karena kudu bangun lebih subuh untuk makan sahur.  Atau kudu tidur agak malam yang rajin tadarus.

Di luar perihal di atas nyaris tak ada beda.  Justru kelebihan bekerja di bulan puasa tujuannya adalah menambah empati.  Merasakan bekerja dalam keadaan perut kosong, walau sebenarnya tak kosong-kosong amat.  

Selain belajar menahan emosi lebih maksimal lagi.  Berpuasa jika dijalankan dengan baik seharusnya bisa menjadikan hidup lebih baik lagi.  Terkecuali bagi pekerjaan berat yang memerlukan tenaga fisik berlebih, pekerjaan lain akan bisa dijalani tanpa masalah.

Berpuasa sendiri hakikatnya adalah menjaga keseimbangan antara fisik dan batin, dengan dikuatkan oleh ibadah wajib lain yang sudah biasa dilakukan dan tambahan ibadah sunnah lainnya.

Terkait belajar untuk menyeimbangkan pikiran dan pekerjaan tersebut,  Imam Gazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin, juz 1, hal. 246 menyampaikan bahwa:

"Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus dan merasakan lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih" 

Walaupun, ada hadits yang menyatakan bahwa tidurnya orang puasa adalah ibadah, bukan berarti harus mendahulukan tidur dibanding hal penting lainnya.  Itupun membacanya jangan hanya sepotong, karena lengkapnya hadits tersebut adalah sebagai berikut:

 "Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni" (HR Baihaqi).

Tidur, diam, ataupun bekerja.  Jika niatnya adalah untuk ibadah, maka itulah keseimbangan yang sebenar-benarnya.  Apalagi hakikatnya sebenarnya apa yang dilakukan manusia di atas dunia semuanya bernilai ibadah.  Lebih-lebih hal bekerja.

Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia itqan (menyempurnakan) pekerjaannya." (HR. Thabrani).

Akhirul kalam, kesimbangan antara hidup, pekerjaan dan ibadah, insya Allah akan terbentuk dengan sendirinya, apabila semua diniatkan untuk ibadah kepada Allah SWT.  Wallahu a'lam.

**

sumber:

https://jabar.nu.or.id/keislaman/

https://perpustakaan.uad.ac.id/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun