Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pada Renjana

24 November 2023   22:44 Diperbarui: 29 November 2023   23:29 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: voi.id 

Ruas jalan itu tak seberapa lebar, namun iklim mikro yang tercipat dari pepohonan yang berjejer di pinggir jalan membuat panas siang itu menjadi netral oleh oksigen yang berlimpah.  Kota itu seperti terlihat lebih indah dari hari-hari biasanya, saat dia menggenggam tangan perempuannya di sepanjang jalan, tak lepas-lepas.  Beberapa kendaraan yang lalu lalang seperti tak mereka hiraukan, ada dunia sendiri yang mereka ciptakan dalam pikiran, dan dalam hangat genggaman tangan.

Melewati selasar sebuah titik pusat budaya, menyambangi penjual roti gambang dan berbasa basi sebelum memutuskan mengambil dua potong roti yang dimasukkan ke dalam tas. "Untuk dimakan nanti saja, ya?" Kata perempuannya, dan dia pun mengangguk sambil tersenyum mengiyakan.

Koridor jalan, pedistrian yang tersusun rapi terus disusuri kemudian, hingga sampai ujung jalan yang bermuara di sebuah warung makan tua, tujuan yang sudah ditentukan sedari awal berjalan dari ujung selatan jalan, tempat waktu mereka dihabiskan beberapa jenak sebelumnya.

"Hidup ini sebenarnya untuk apa, selain untuk menemukan keberadaan dirimu.."  Katanya tiba-tiba, sesaat setelah mereka duduk berhadapan di atas kursi kayu, sembari menunggu pesanan mereka datang.

Tidak ada sahutan, hanya tersenyum, dan diam-diam mengiyakan dalam hati.

"Aku milikmu, sudah .. "

Dan tak ada percakapan yang harus disampaikan dan dirangkum oleh udara siang itu, hanya pikiran yang saling melapisi, mimpi yang bergegas ingin diwujudkan dan langkah yang diperpelan kala menyusuri jalan, menikmati setiap jejak layaknya menikmati hembusan napas.

Dunia telah terbuka nyata, dan terlihat sebagaimana mestinya, sebagaimana seharusnya, dan perempuannya yang menunjukkan rahasia yang tak pernah terpikirkan oleh hatinya selama bertahun-tahun, sampai titik itu, sampai saat itu, saat semakin menyadari, bahwa dia telah jatuh terlalu dalam relung renjana.

Sampai mereka menuntaskan siang sampai sore hari tiba, tak juga ingin waktu bergulir sampai malam dan menghantam dinihari, waktu terus abadi bagi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun