"kamu pernah tidak, tiba pada suatu titik, dimana dirimu merasa sebagai satu-satunya hal berharga di alam raya ini. Â Kamu adalah layaknya udara, yang tanpanya seisi dunia tak kan sanggup bertahan hidup dalam beberapa detik. Â Bahwa dirimu sebagai satu-satunya hal yang membuat waktu berjalan dengan tenang dan selalu berhasil meyakinkan bahwa semua akan terus berjalan dengan baik-baik saja dan tak ada yang patut dikhawatirkan di semesta ini.."
Kalimat panjang itu luruh begitu saja darimu, saat pagi bahkan baru saja memulai ritual mengucapkan selamat tinggal pada dinihari dan embun masih menggantung di ujung dedaunan crassicarpa..Â
Kita memandang matahari yang menguasai waktu sepagi itu, membiarkan kita penuh dengan isi kepala masing-masing, merasakan hembus angin perlahan yang mengalir dan menyebar ke seluruh penjuru, bahkan memenuhi isi rongga dada kita yang sebenarnya sudah cukup sesak dengan rindu yang tak pernah berhasil menguap namun malah semakin betah membatu. Â "Rindu yang sungguh sangat keras kepala"Â katamu..
"Kamu tahu tidak, satu kata saja yang menggambarkan keberadaan dirimu untukku?" Sahutku kemudian, dan kamu cuma menggelengkan kepala pelan.
"Hidup" Â kataku kemudian, singkat. Entah detik itu kamu mengerti atau tidak, yang jelas ada senyum yang terbit. Abadilah kamu..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI