Hari masih delapan pagi, hangat matahari masih bersahabat, dan berjalan di sudut kota yang begitu ramai itu sangatlah menyenangkan, Â di dalam komplek perumahan yang menyerupai sebuah benteng mungkin lebih tepat disebutnya. Â Komplek tua yang ditandai dengan beberapa pokok Ficus, Sweitenia dan Filicium yang rindang itu menjamin penghuninya bisa bernapas dengan lega akibat limpahan persediaan oksigen yang diproduksi mereka.
Dan di antara semua kesenangan itu, adalah kamu yang terus beriringan semenjak tadi pagi sampai dua jam kemudian, tak lelah malah berharap waktu tak putus, 'denganmu selalu menyenangkan' kataku padamu.
"Justru ini cuma refleksi dari sikapmu yg bikin aku seneng terus", tukasmu cepat, sambil berusaha berjalan lebih cepat untuk menyembunyikan paras tersipumu yang selalu berusaha ditahan.
Itu hanya sebagian dari kalimat-kalimat unikmu, yang secara tak sengaja selalu berhasil membuat seakan-akan aku adalah orang paling terhormat di atas dunia ini, katamu juga 'aku adalah cermin bagimu'. Â Ajaibnya itu tak sekedar kalimat kosong, tapi selama ini apa-apa yang dirasakannya juga sekilat langsung terasa olehku.
"Aku harus bagaimana berterimakasih?" Tanyaku padamu. Â Wajahmu menatap bingung, seraya berucap "Terimakasih atas apa?"
".. atas adanya kamu, atas adanya kita.."
..dan hanya diam yang disaksikan cahaya matahari yang memantul dari sepasang matamu, sekilas sebelum kembali tertunduk, sesaat setelah tangankananmu kuraih dan kugenggam..
hari masih delapan pagi, dan aku terus berharap begitu, selalu terasa hangat dan nyaman secara bersamaan, denganmu dalam genggaman .. seperti pintamu selalu "jangan pernah lepaskan, ya?" ..
It's a feeling that I know I know I'll never forget
it was the best time I can remember
and the love we shared
lovin' that'll last forever
-Gn'R-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H