Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyikapi Pendapat yang Berbeda

30 Juni 2023   20:10 Diperbarui: 30 Juni 2023   20:13 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: meditationdna.com

Menyampaikan pendapat, sebuah persepsi, lebih-lebih opini yang lemah, di media mana saja memang sudah pasti tak bakal mendapat respon yang sama dari semua orang, apalagi terkait hal-hal mendasar dan mungkin sensitif.  Itu tak akan bisa dihindari.

Lihat saja riuh rendah di sosial media sekarang, terutama di twitter, nyaris setiap hari, setiap jam, ada saja topik yang menjadi bahan perdebatan, kadang menarik untuk diikuti kadang membosankan jikalau salahsatu pihak tetap keras kepala mempertahankan pendiriannya, walau seringkali sudah jelas pendapatnya itu mempunyai multi perspektif.

Lucunya kadangkala orang yang melontarkan pendapatnya sering tak sadar, entah sengaja atau masa bodoh akan fenomena tersebut.  Pendapat yang dilempar di ranah umum tentu mempunyai konsekuensi untuk dibalas dengan pendapat yang berbeda pula.  Tak bisa hanya melempar pendapat untuk sekedar diiyakan dan diberi tepuk tangan yang meriah.

Terus?

Ya terima saja jika ada yang pendapatnya berbeda, dibaca, lalu diberi balasan sebisanya jika berkenan, sesuai isi kepala saja, tak perlu melebar kemana-mana.  Namanya juga konsekuensi.  Kalau belum apa-apa sudah menunjukkan ketidaksetujuan ya mau bagaimana lagi.

Beda dengan sosial media seperti instagram misalnya, kita bisa mematikan kolom komentar, memamerkan apa saja semaunya lalu berharap dilihat ribuan orang, tapi sangat tidak ingin mendapatkan komentar yang tidak berkenan.  Tapi biasanya ini kelakuan selebritis yang memang telah banyak punya follower.   Tak mengapa juga kelakuan seperti itu karena merasa penggemarnya bakal akan terus memantau kelakuannya sehari-hari.

Beda lagi di twitter, beberapa kali ada yang memberi pernyataan kontroversial lalu akhirnya memberi klarifikasi, beberapa orang malah mengambil langkah praktis dengan cara memblok akun-akun yang dianggap tidak sepemikiran.  Beberapa orang lainnya tutup akun alias menghapus akunnya saat (sepertinya) sadar kalau yang dikoar-koarkannya memang salah.

Tapi itulah konsekuensi menyatakan pendapat di ranah web 2.0, ada interaksi antara pencetus gagasan dan orang lain yang membaca dan menanggapinya, dan selalu ada kemungkinan untuk menemukan pendapat yang berbeda. Ah, bukankah katanya negara ini memang terdiri dari banyak perbedaaan sana sini.

Langkah paling mudah untuk menyatakan pendapat semaunya sih ya menulis di blog pribadi, matikan kolom komentar. Sesederhana itu.  Karena namanya hidup di tengah orang banyak, mana mungkin berharap kita selalu jadi yang paling benar di antara yang lain?

Eh kita? Elu aja kali..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun