Kalau mengikuti namanya, handphone alias telepon genggam, harusnya adalah gawai yang digenggam dan berfungsi untuk menelepon, tapi sekarang rupanya makna hape, panggilan lainnya, sudah bergeser menjauh dari makna asalnya. Â
Di jaman sekarang dimana jaringan internet semakin tambah merata dan menjangkau nyaris semua titik di bumi ini, pada akhirnya justru aktivitas menelepon menjadi hal sekunder di telepon genggam, dan yang sekarang rata-rata orang sudah menggenggam jenis telpon pintar. Â Hanya sedikit manusia di bumi ini yang benar-benar menggunakan telepon untuk melenlepon, ironis memang.
Hal tersebut ditambah dengan semakin murahnya biaya untuk berselancar di dunia internet, jadinya seakan-akan telepon genggam adalah alat untuk internetan. Â Coba saja amati, untuk apa saja handphone digunakan sehari-hari, mengikuti berita, beramah-tamah di sosial media, dan bahkan berinteraksi pun juga menggunakan jaringan internet, yaitu kebanyakan melalui akun whatsapp.
Ada rekan kantor yang bahkan cuma bisa dihubungi via whatsapp saja, baik melalui pesan teks maupun telepon, padahal saya lebih senang menelpon pakai jaringan manual, karena bagaimanapun komunikasi via internet terkadang masih terkendala dengan kondisi jaringan. Apalagi saat berada di wilayah yang jaringan internetnya payah.
Keseringan komunikasi menggunakan akun whatsap saja malah bisa mengakibatkan seseorang abai untuk terus mengaktifkan nomor teleponnya, beberapa kali menemui hal seperti itu, jadi nomornya hanya aktif di akun WA saja. Â Saat dikonfirmasi katanya lupa menghidupkannya saat masa tenggang.
Jadi, nomor telepon pun sekarang tak lebih nomor identitas untuk mendaftarkan akun di internet, padahal kalau nomor tersebut tak aktif lagi, pasti bakal kesulitan nanti kalau sudah berganti gawai, atau suatu saat diperlukan untuk konfirmasi akun lain semisal untuk e-banking.
Begitulah, dunia semakin berubah, teknologi selain berkembang, tak heran mungkin suatu saat nanti, tak diperlukan lagi nomor telepon untuk berkomunikasi, malah mungkin menggunakan biometrik saja seperti pindai retina atau cap jempol sebagai pengganti pengenal identitas, atau mungkin menggunakan NIK seperti yang sekarang dipergunakan untuk segala macam hal administrasi di negara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H