"Tra.."
"Hmm.." Yang dipanggil malah asik dengan catatan entah apa yang barusan diambil dari ransel birunya.
"Kita ga jadi nonton saja, ya"
"Eh, kenapa?" Â Skarang matanya menatap perempuan di depannya.
"Aku mau pulang saja.."
Tra menatap perempun di depannya dengan bingung, soalnya satu jam yang lalu justru Tree yang mengajaknya makan eskrim dan kemudian berencana nonton film apapun yang menarik dan tayang pada hari itu.
"Mas.."
Tra skarang bingung, kenapa Tree yang biasa memanggil namanya sekarang malah memanggilnya 'mas'
"Mas.."
Sekarang giliran bahunya terasa diguncang-guncang.
Seperti tersadar dari tidur, matanya bukannya menatap ke arah counter es krim seperti yang dia rasakan barusan, yang di hadapannya adalah langit-langit sebuah ruangan. Â Badannya dalam keadaan berbaring, entah dorongan apa yang menyebabkan Tra menoleh lemah ke arah kanan.
Tubuhnya terasa makin lemah dan tak punya tenaga sama sekali, saat yang dilihatnya adalah Tree terbaring tak bergerak, ada merah di kepalanya. Â Bau obat-obatan menusuk hidungnya, diselingi aroma vanilla yang sangat dikenalnya.
Lamat-lamat ingatannya berputar, Tree di sampingnya, dalam angkot lyn E, memegang tangannya erat, saat dari arah barat sebuah bus kota yang seperti tak kenal lampu merah, menghantam deras angkutan umum yang penumpangnya cuma mereka berdua di siang yang panas itu.
Langit biru, aroma vanilla, perlahan-lahan menghilang. Hari sudah malam saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H