Tak ada yang lebih keras dari batu api selain hatimu, yang sesekali bisa memercik dan membakar aku menjadikan lelatu.
Mencari sisa-sisa jejak yang membekas di genangan jalan timur, saat sandyakala memijar di antara Plaosan tempat kau singgah, rupanya hanya tersisa aromamu yang menenangkan saja, yang diuarkan rerumputan sekarat di pematang setapak.
Rupanya begitu saja kata-katamu meruap, melebur asing seiring libasan angin saat kereta lewat di lintasan tengah kota dan membuat rambutmu berderai tertutupi segala kisah yang tak habis-habis
Sejenak matamu terangkat, menyanggah kenangan akan tatapan meredam amarah sewaktu bising mengacaukan ingatan-ingatan tentang itu.
Namun tetap saja, tak akan ada yang akan terulang tapi juga tak akan ada yang abadi, sementara aku tahu kau pasti akan menunggu. Â Tak ada lagi-lagu yang bisa menjadi wakil dalam sepimu. Â Tiada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H