Masih bagian kisah dari catatan perjalanan sewaktu proyek penelitian bambu di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Ada satu perjalanan di sela-sela kegiatan yang akhirnya sempat dilakukan. Hasil tanya sana sini selama proses pengambilan data, akhirnya tertarik untuk mengunjungi wilayah kecamatan yang merupakan salah satu pintu gerbang perbatasan dengan negara tetangga yaitu Malaysia.
Memang saking dekatnya dengan negara tetangga itu, banyak produk-produk impor yang dijual di warung Mataso tempat kami menginap, terutama makanan dan minuman, bahkan air mineral yang dijual pun berasal dari Malaysia, biasa pada merknya tertulis air puncak sebagai pengganti kata air mineral.
Jarak di peta dari Mataso ke Pos Lintas Batas Negara di Badau sekitar 71 km, untunglah diizinkan untuk meminjam sepeda motor dari kawna-kawan di KPH Kapuas Hulu Utara. Berdua dengan seorang kawan yang sama penasarannya akhirnya menuju Kecamatan Badau.
Kondisi jalan trans kalimantan sewaktu di tahun 2014 masih banyak berupa jalan tanah dan pengerasan, baru beberapa ruas yang di aspal.
Uniknya ruas jalan yang di aspal ini terpisah-pisah di beberapa ruas. Setelah saya amati, seringkali jika ada jalan yang di aspal biasanya beberapa ratus meter di depan biasanya ada gereja.
Menurut data penduduk tahun 2019, di Kabupaten Kapuas Hulu, penduduk yang beragama Nasrani cukup banyak yaitu sekitar 13,6 % dari keseluruhan jumlah penduduk.
Bermacam bentuk bangunan gereja dengan bermacam nama dan aliran yang belum pernah saya dengar dan lihat sebelumnya, menghiasi beberapa titik di sepanjang jalan, sampai nantinya di Badau ada satu bangunan gereja yang paling besar dengan ornamen dayak. Gereja Katolik itu adalah Paroki Santo Montfort Badau atau biasa pula disebut Paroki Nanga Badau.
Sewaktu melintasi ruas jalan trans Kalimantan tersebut kami juga melewati wilayah Taman Nasional Danau Sentarum, nanti mungkin akan diceritakan terpisah saat pulang, akhirnya singgah di danau yang terkenal di dunia karena keanekaragaman hayatinya.
Setelah sekitar dua jam perjalanan akhirnya sampai juga di ibukota Kecamatan Badau, karena waktu itu hari sudah beranjak sore maka perjalanan langsung menuju ke Pos Lintas Batas Negara yang berbatasan dengan wilayah Serawak, Malaysia. Waktu itu bangunan perbatasan masih sangat sederhana, khas bangunan lawas.