Tidurlah, sayang. Â Tidur memeluk buku dan sisa-sisa hari yang tak tentu.
Hujan hari ini mengalirkan dingin ke semua sudut dan relung kotamu, sampai tak henti napas jalanan menceritakannya ulang kepadaku, bahwa hatinya basah menggenangkan kenangan bertahun silam, dan pepohonan pun menunduk mengiyakan.
Mataku terlalu mengelopak berat dan hatiku kesat, menginginkan hujan pisau yang mengiris nadi bumi agar hirau berhenti, atau terbang hilang saja ke sebuah pulau kecil yang kelap kelip mercusuarnya pernah diam-diam kau dendangkan pada sebuah dongeng yang pupus di seperempat waktu sore saat baru saja segelas tehku beranjak beku.
Selamat malam, karena esokmu pasti akan mengetuk lembut hatimu, sepagi-pagi matamu membuka. Â Hangatlah selalu hari-hari yang akan mengantar tawa yang menggema ke tembok gang dan luruh ke parit sampai mengalir terus ke selusur sungai, pelosok perigi-perigi, bentang lereng, hingga ke muara berkerikil krakal dan arus biru yang tak henti bergumpal lalu pecah dan hilang.
Tidurlah, buku-bukumu akan aku jaga, nanti kita bercerita bersama semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H