kaki yang terendam buih yang mengejar jejak dan membilas pasir adakah ingin menjadi saksi di 3.40 sore, atau menggerus jingga yang menggamit helai-helai rambut di keningmu?
mungkin kau masih saja sesekali berlari-lari, terbang di mimpi dan diam-diam mengunjungiku lagi tanpa pernah siapapun pernah ingin mengingatnya.
atau kau yang tersenyum di gerbang beton tua yang jalannya tak kalah lusuh di pagi-pagi saat tak mau berjalan lalu memanggil kereta berkuda, dirimu tak pernah memaksa tapi tak juga ingin menjauh
sampai akhirnya waktu, ruang tunggu bis, pohon-pohon yang kau ejakan nama latinnya, gumpalan awan, makanan yang selalu tak pernah bersisa, jus melon, sepasang helm tua, lagu yang itu-itu saja, pintu kayu yang selalu terbuka, ruang hening, catatan-catatan bersambung, terompet yang berisik,  aksen asing, tato yang tersembunyi..
entah kemana lagi harus berlari, semenjak mimpi bagiku adalah nyata hidupmu..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI