.. tentu saja sudah banyak yang menulis tentang beliau, tapi sesekali saya juga ingin bercerita tentang kekaguman seorang penggenar terhadap beliau sejak kecil, bahkan mungkin semenjak lahir. Â
Walaupun saya menyatakan diri sebagai fans Guns n Roses semenjak di bangku sekolah, mengetahui sejarah setiap personilnya sampai tahu semua nada lagu-lagu dari semua albumnya (terkecuali album terakhir setelah Axl sendirian yang terasa aneh itu). Â Tetap di dasar benak saya bang Rhoma tak tergantikan. Â Ibarat tampang dan kelakuan boleh saja rock n roll, tetapi hati tetaplah dangdut tak terbantahkan.
Bagaimana tidak, sepertinya semenjak saya dalam kandungan, abah sudah ngefans duluan dengan maestro dangdut itu. Â Terbukti dari koleksi kaset Rhoma Irama yang lengkap, bahkan album melayu waktu masih bernama Oma Irama dan Soneta group belum terbentuk pun beliau punya. Â
Ditambah lagi kalau urusan sound system di rumah tidak lah main-main, kebetulan abah sejatinya adalah tukang service peralatan elektronik, lengkaplah sudah urusan perduniawian yang memanjakan kuping.
Kenapa bang Rhoma (begitu biasanya saya memanggil beliau dalam tulisan) dikatakan jenius? Bagaimana tidak, coba cek saja musisi Indonesia yang bisa menyanyi sekaligus main musik, arranger lagu, manajer band, bikin film sekaligus jadi pemain utamanya, juga plus membuat ilustrasi musik dan soundtrack film.  Begitu multi talenta, makanya tepat sekali julukan king of dangdut yang disematkan pada beliau.
Beliau pula yang punya ide untuk berdakwah lewat musik dan film, hal yang tak pernah terpikirkan oleh orang lain. Â Menyenangkan untuk didengar dan tak terkesan menggurui. Â Salahsatu lagu favorit saya adalah yang berjudul Lima, yang secara halus mengingatkan akan pentingnya memanfaatkan waktu dan masa muda sebaik mungkin, dahsyat sekali.
Terkait film, coba saja sesekali tonton Melody Cinta, film tahun 1980 tentang perjalanan artis dangdut yang tiba-tiba amnesia dan lupa jati dirinya, gara-gara kecelakaan yang disengaja rivalnya demi merebut kekasihnya. Â Sungguh sebuah skenario film yang alur kisahnya mungkin beberapa kali diadaptasi menjadi cerita-cerita sinetron di jaman sekarang. Â Visioner sekali, bukan? Â
Selain itu, semua lirik dan nada lagu-lagu Soneta group relatif mudah dicerna dan memorable, coba siapa yang tak hapal nada lagu Begadang yang sebenarnya sudah diciptakan tahun 1973, atau lagu Darah Muda yang berada di album Soneta ke empat di tahun 1975,  yang sering dibawakan duet dengan musisi masa kini.  Dan tak lupa Judi, salahsatu soundtrack film Nada-nada Rindu yang bagian nadanya sering diparodikan oleh grup komedi karena ada partnya yang memang khas untuk itu.
Tapi mungkin yang tak tertandingi adalah aliran musiknya sendiri yang ditahbiskannya sebagai Rock Dangdut, begitu yang saya baca di poster konsernya di tahun 1988.  Itu adalah bukti kejeniusan tiada tara dari seorang bang Rhoma, bagaimana tidak bisa-bisanya bikin musik fusion antara rock dan dangdut.  Coba sasja dengarkan part keyboard di lagu Ghibah yang kental sekali dengan aroma Deep Purple atau melody bernuansa slow rock di lagu Buta yang merupakan soundtrack film Cinta Segitiga.
Ah apa boleh buat, setelah dipikir-pikir kekaguman akan kejeniusan sosok bang Rhoma yang posternya menghiasi dinding rumah bertahun-tahun dan pernah saya temui di sebuah sore saat sound check kala mengadakan pertunjukkan di kota kecil saya, ternyata mengalahkan kekaguman saya akan kehebatan musikus mana pun di dunia ini. Â Maafkan aku Axl...