Mohon tunggu...
Dian Alifirdaus
Dian Alifirdaus Mohon Tunggu... Petani - Penulis Pembaca dan Pendengar

Tidak semua yang mengkilap itu emas atau berlian.Tak penting bagaimana bangkainya, namun lihatlah! Apakah ada yang istimewah dalam hatinya💕 Instagram @dian_alifirdaus 💕

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bukan Kutukan

16 Februari 2020   12:59 Diperbarui: 18 Februari 2020   13:50 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tapi hasil dari tugas-tugas itu lebih banyak ibuku yang mengambilnya. Dan aku hanya sebagian saja.

******************

" Tinggalin itu cucian , cepat ke dapur masak sana Ibu dan Bapakmu lapar," sentak Ibuku. Toto menatapku tak bergeming ia ikut membantuku mencuci pakaian.

" Ibu bisa lihat nggak aku dan Toto lagi mencuci pakaian, lagi pula Ibukan bisa gantiin Vina di dapur sebentar," jawabku lelah.
" Sudah berani ya jawab omongan Ibu, dasar anak tak tahu diri," bentaknya.
" Bu bukan begitu maksud Vina, ini Vina lagi mencuci pakaian, setelah selesai ini baru Vina ngerjain tugas di dapur," jawabku lagi.
" Mulai ya sepatah kata ibu, dan mulai kamu sok pintar ngejawab anak durhaka," maki Ibuku.

Mendengar ucapan itu sontak mataku berkaca-kaca tidak tahan lagi. Biasanya aku bisa sembunyikan air mata ini di dalam hati, mataku merah. Adiku Toto memeluk tubuhku yang tiba-tiba menghentikan membilas baju.
Sementara Ibuku mukanya murka dan matanya melotot.

" Aku dan Toto capek bu dengerin omelan ibu itu, setiap  hari Ibu memarahi kami. Padahal semua tugas rumah sudah kami kerjakan. Kalau Ibu sering menyebut kami anak tak tahu diri durhaka, terus kenapa Ibu melahirkan kami.  Kalau Ibu nggak siap punya anak kenapa dulu Ibu menikah, kalau kami boleh memilih kami tidak mau terlahir dari Ibu yang kasar yang sukanya marah-marah, " balasku.

" Ibu juga tidak mau punya anak yang kurang ajar berani menjawab omongan Ibu ," balasnya sengit.

" Ibu usir saja Toto dan Kak Vina dari rumah ini kalau Ibu tidak menginginkan kami, bukankah yang nikah dan ingin punya anak Ibu sama Bapak," jawab Toto pelan.

" Kami capek Bu dimarahin terus,  Ibu lama-lama beracun. Kalau saja Tuhan mendengar doa kami berdua detik ini saja. Kami lebih baik pulang ke rahim ibu supaya tidak terlahir lagi ke bumi ini. Ibu tidak pernah mengerti psikolgis batin kami. Ibu hanya marah, marah dan marah," jawabku kencang meninggalkan cucian yang masih menumpuk di kamar mandi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun