[caption caption="foto diambil dari situs dwiafriliana.wordpress.com/caption"]
[/caption]Perilaku anak bangsa saat ini mengalami kemorosotan moral. Hal itu bisa kita rasakan sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, banyak pertanyaan dalam benak kita, yaitu: apakah mereka memiliki budi pekerti? Apakah mereka belajar agama dengan baik? Apakah mereka peduli dengan keadaan sekeliling?. Jika diperhatikan sepintas mereka terlihat baik-baik saja.Â
Di zaman sekarang ini sangat disayangkan sebagian dari orang tua  lupa memberikan kasih sayang serta perhatian yang ekstra terhadap anak. Orang tua yang sudah berpikiran maju serta modern cenderung memperhatikan pekerjaan atau karirnya sehingga anak merasa tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.
Kurangnya perhatian dari orang tua membuat anak bebas melakukan perbuatan yang menyimpang. Sekitar 80% remaja putri di Ponorogo pernah melakukan hubungan seks pranikah. Data diambil dari Ketua KPPA (Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) kabupaten Ponorogo, Jumat 17 desember 2010. Belum lagi kasus pergaulan bebas para remaja di kota metropolis. Menurut hasil riset di 12 kota Indonesia, Denpasar menunjukan 10-31% remaja yang belum menikah sudah pernah melakukan hubungan seksual.
Tahun 2016 ini tentu kita harus berkaca, apakah akan menekan persentase yang sudah ada, atau justru semakin runyam?
Fenomena kehidupan anak remaja sangat memprihatinkan. Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja karena menyangkut masa depan anak bangsa. Jika moral anak bangsa hancur, bagaimana bisa nantinya memimpin bangsa dan mengisi kmerdekaan ini dengan penuh kearifan dan kemuliaan. Jika hal ini benar-benar terjadi, mereka akan menjadi sampah masyarakat dan juga penghancur bangsa. Oleh sebab itu pendidik (guru dana orang tua) harus jeli memperhatikan perkembangan anak, sehingga perilaku anak dapat terkontrol dengan baik.
Kasih sayang dan perhatian yang cukup dari orang tua dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga. Dalam hal ini, komunikasi baik orang tua membuat anak lebih percaya diri sehingga anak tidak akan mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan. Serta akan lebih bertanggung jawab dan menjaga nama baik keluarga.
Bedasarkan fenomena yang diatas jika pendidik (guru dan orang tua) tidak waspada dan tidak perhatian terhadap perkembangan anak, maka anak akan kehilangan arah dan tujuan hidup. Anak akan lebih cenderung bersifat brutal, sadis, kasar, egois, acuh tak acuh, pesimis, mudah putus asa, dll. Akibatnya anak akan terjerumus dalam tindakan yang anmoral.
Disisi lain, Orang tua atau Guru yang diharapkan agar dapat menuntun anak kearah lebih baik, faktanya justru banyak kejadian yang memilukan. Akhir-akhir ini saya baca berita situs Kompas.com, seorang guru honorer di Sukabumi cabuli lima siswanya. Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Sukabumi pun gigit jari, pasalnya kasus ini kejadian pertama di daerah Sukabumi.
Mari kita tengok berkali-kali lagi, Pendidikan moral dan budi pekerti bukan saja harus dipajari oleh anak-anak. Tapi semua anak bangsa. Baik itu Anak SD, SMP, Mahasiswa, maupun orang tua. Karena tentunya persoalan ini tidak jauh dari kata sederhana. Kita belum memahami Moral dan budi pekerti.
Indonesia, dengan ribuan perbedaan budaya, Bahasa dan adat kental dengan keramah-tamahan. Belajar dengan budi pekerti yang luhur dan bermoral. Jika saat ini ciri khas tersebut mulai luntur atau bahkan hilang, maka Indonesia diambang ketidakjelasan. Bisa saja 7 tahun lagi kita adalah masyarakat tanda tanya.
Akhirul kalam, Sebagai rakyat Indonesia, Moral bangsa perlu ditanamkan sejak dini dan konsisten dari semua lini organisasi kemasyarakatan. Baik keluarga, teman, kantor hingga pemerintahan. Semoga kita tidak menjadi masyarakat yang kehilangan identitas, kehilangan moral, kehilangan budi pekerti. (RDPP)