Sontak kembali terkejut seperti sedang melamun lalu dikagetkan dengan letusan pecahan ban mobil truk..
Industri 4.0
Itulah mungkin hiperbola saya ketika kembali "gemas" dengan kondisi dunia kehumasan Indonesia yang pada satu sisi tergerus oleh gemerlap industri 4.0
Tidak akan membahas detil daripada dunia industri 4.0, rasanya semua lini sudah sepakat, sepaham bahwasanya saat ini kita tengah berada dalam kondisi revolusi teknologi. Ketika kecanggihan teknologi dimulai dari smartphone, smart watch, sampai smart home, segala benda mati seakan menjadi bernyawa menyesuaikan kebutuhan umat manusia, semuanya dipermudah!
Ketika industri 3.0 dekat dengan robotic, industry 4.0 melengkapi atmosfir kehidupan manusia dengan Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan masih terus berkembang pesat. Ya, detik ini juga di saat anda membaca tulisan ini, di belahan dunia barat sana mungkin para pakar teknologi, programmer atau mereka yang terus menciptakan pembaharuan sistem-sistem yang berasal dari algoritma serta logic-logic coding sedang bekerja keras.
Tantangan Humas di Era 4.0
Apa yang membuat saya "gemas" tentang dunia kehumasan di era high-tech ini adalah mulai tergerusnya nilai-nilai, treatment dan marwah humanis seorang humas kepada teman-teman media. Mengapa media? Karena tidak hanya sekali saja seorang teman yang bekerja di media sebagai pewarta mengeluhkan "kok humas/PR xxx gini sih?", "Ki lo kenal PR ini ga? Gue nungguin sekian jam, aer putih aja kaga disuguhin", "Ki, lo kenal PR ini ga? Kok kaya maksa banget gue dateng preskon dia ya, kenal aja baru padahal via WA?!".Â
Belum lagi pernah ada curhatan teman pewarta yang merasa sangat aneh ketika rombongan pewarta media massa di nomor-dua-kan untuk sesi test drive peluncuran salah satu kendaraan roda 4 dengan rombongan selebgram. Pribadi saya pun tak setuju, opsi lain dalam benak saya adalah dibuat dalam sesi yang berbeda seharusnya. Pewarta media massa menggoreskan tulisan liputannya dengan standar etika jurnalistik media dan terlatih, bukan kaleng-kaleng bah..
Tak ada manusia yang sempurna, humas pun demikian. Akan tetapi dari beberapa curhatan teman pewarta, baik dari status medsos sampai japri langsung dengan keluhan kejadian serupa yang sepertinya kesalahan tersebut bisa diobati atau bahkan dihilangkan.
Untuk para praktisi humas yang dulunya mengenyam bangku kuliah dan mengambil jurusan komunikasi dengan konsentrasi humas/PR, pastinya mendapatkan kelas "Media Relation (medrel)" minimal beberapa sks bukan? Kita tarik kembali, apa fungsinya medrel? Hematnya, hubungan baik antara seorang humas/PR dengan media sehingga adanya keadaan symbiosis mutualisme diantara keduanya. Sang humas mendapatkan publikasi, sang pewarta mendapatkan konten. Aman dunia? Aman......
Tapi tak semudah itu kenyataan di lapangan, bayangkan saja dalam satu hari seorang wartawan harus meliput berita mungkin bisa lebih dari 4 tempat yang berbeda. Sebelum meluncur ke lokasi liputan baik itu pewarta dari media daring, cetak ataupun TV pastinya dengan jadwal liputan yang sudah ditentukan dalam rundingan rapat redaksi. Terkecuali apabila ada suatu kejadian mendadak "Breaking News".