Mohon tunggu...
Rizka Bayu Wirawan
Rizka Bayu Wirawan Mohon Tunggu... -

Pendidikan :\r\n-TK Mexindo Bogor (1983-1985)\r\n-SD Regina Pacis Bogor (1985-1991)\r\n-SMP Regina Pacis Bogor (1991-1994)\r\n-SMU Negeri 1 Bogor (1994-1997)\r\n-IPB-Agribisnis (1997-2001)\r\n-IPB-MPI (2007-2009)\r\n\r\nRiwayat Pekerjaan :\r\n- PT Agricon Bogor (2001-2003)\r\n- Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian (2003 - sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahajud, Duha dan Membangun Mimpi

1 Maret 2017   10:05 Diperbarui: 1 Maret 2017   10:14 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dibandingkan gw yang masih memiliki rasa "belas kasihan", nyokap cenderung strict dalam membiasakan anak-anak gw shalat sunnah tahajud dan duha. Jika gw mulai bertahajud dan duha saat kelas 3 SD, maka anak-anak gw sejak kelas 2 SD sudah mulai dibiasakan bangun malam dan menunaikan shalat kesayangannya Rasulullah Muhammad SAW tersebut dan puasa sunnah Senin-Kamis.

Tahajud adalah juga berarti tradisi keluarga yang diwariskan oleh almarhum bokap dari kedua orang tua dan nenek moyangnya. Berbeda halnya dengan bokap yang sejak kecil rajin tahajud, nyokap gw yang baru menggenapi shalat lima waktunya pada tahun 1979 atau lima tahun setelah menikah dengan bokap, baru mulai rutin shalat tahajud dan duha setelah tahun 1985 atau setelah tidak terlalu direpotkan dengan urusan mengasuh dua anak laki-lakinya.

Menurut bokap gw, sejak jaman nenek moyangnya di abad ke-19 (eyang buyut gw hidup tahun 1770-1840), tahajud sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjalanan hidup mereka yang dekat dengan peristiwa perang yang menuntut suasana keprihatinan. Tahajud juga adalah pengganti tradisi tapa brata dan laku prihatin ala Kejawen yang sebelumnya dipraktekkan oleh nenek moyang kami sebagai bagian dari sinkretisme Jawa-Islam yang pengaruhnya bahkan masih terasa hingga sekarang.

Saat sedang bertahajud adalah saat dimana gw merasa diri ini paling dekat dengan Sang Pencipta. Terlebih jika dilakukan di gazebo belakang rumah yang gw fungsikan sebagai musholla outdoor. Sesekali rasa takut dan bulu kuduk merinding karena kegelapan dan hembusan angin malam menghinggapi yang langsung gw tepis dengan meyakini bahwa kekuasaan Allah SWT jauh melebihi kuasa mahluk-Nya yang lain. Begitulah cara gw mengasah spiritualitas dari kecil sampai sekarang yang manfaatnya sangat terasa : lebih yakin dalam menjalani kehidupan dan cepat bangkit bila "terjatuh".

Dengan bertahajud pula gw membangun mimpi dan cita-cita agar menjadi kenyataan karena manusia hanya mampu berencana dan berikhtiar. Saat gw sekolah dan kuliah dulu, waktu tahajud gw manfaatkan juga untuk belajar terutama pada momen ulangan dan ujian. Termasuk jika sedang menghadapi cobaan atau pilihan yang sulit, tahajud menjadi sarana gw untuk mengadu kepada Sang Pencipta.

Bagi teman-teman yang beragama Islam, biasakanlah bertahajud dan duha sebagai pembuka pintu keberkahan keluarga yang tentunya tidak berdiri sendiri tetapi terintegrasi dengan amalan lainnya. Karena gw pribadi merasakan betul bagaimana nikmatnya menegosiasikan nasib dengan Allah SWT di waktu-waktu "kritis" tersebut.........

Menjelang subuh, 1 Maret 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun