Mohon tunggu...
Reslaiman Buulolo
Reslaiman Buulolo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Long life education

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bisakah Aku Membencimu, Ibu

8 November 2021   20:08 Diperbarui: 8 November 2021   20:32 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapakah orang yang terakhir kali menyentuh nasi di meja makan? 

"Ketika langit masih gelap, ketika rembulan dan bintang masih asyik bercumbu berpeluk mesra, siapakah orang yang pertama kali berada di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi yang nikmat dan lezat?"

Ketika suatu malam aku tak sengaja pulang terlambat ke rumah, ibuku dengan tampang sangat tak bersahabat seperti tikus kepanasan memakiku habis-habisan. Tak ada kata yang mampu aku ucapkan selain menyimpan amarah yang tak tertahankan di lubuk hati yang paling dalam.

Aku ini manusia, manusia yang butuh kebebasan dan tak suka dikurung seperti burung. Aku ini manusia, senang dicintai dan benci dimarahi.

Ketika suatu pagi aku terlambat bangun pagi, ibuku mengambil air dingin lantas menyapukannya ke wajahku yang masih sejuk terbalut bekas mimpi semalam. Mimpiku buyar, mimpiku hilang. Ibuku seenak jidat menghapus mimpi tersebut, dan malah membangunkanku disaat aku tak ingin diganggu.

Dengan wajah masam tanpa senyum ia memakiku karena bangun terlambat, padahal sang mentari saja belum tampak jelas menunjukkan batang hidungnya. 

Saat itu, tak ada perasaan lain yang kusimpan kepada ibuku selain perasaan jengkel karena telah membangunkan disaat aku ingin tidur terlelap melanjutkan mimpi indahku.

Suatu siang yang terik. Ketika sang mentari sambil tertawa sinis memancarkan cahayanya yang menguras isi tenggorokan dan hampir membakar kulit, ibuku menyahutiku dari jarak jauh untuk makan siang. Aku sedang asyik memainkan jemariku diatas keyboard komputerku.

Aku sedang sibuk, sedang fokus mengerjakan tugas kuliahku. Sedang fokus mempersiapkan masa depanku agar kelak aku bisa menjadi orang yang sukses dan tidak diinjak-injak oleh orang lain.

Namun apalah daya, konsentrasi itu langsung hilang seperti dimakan capung jahat, sahutan ibuku melengking menusuk pangkal telingaku yang paling dalam.

Telingaku memekik mendengar celotehan ibuku memanggilku untuk makan siang. Hanya sekedar makan siang, dan sedikit terlambat saja, marahnya sudah bukan main.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun